Friday, September 27, 2002

“Wah ! Kamu aktivis kiri ?”

by LastBark@ganja.com

WHO WANTS TO BE …

Jenuh, lelah, kecewa, dan nyaris marah, aku datang entah dari mana, dan berjalan sendirian kembali menuju ke arah dari mana aku datang. Sekali lagi, berjalan kaki menikmati caci makiku sendiri pada dunia yang entah kapan bisa berubah menjadi dunia yang aku mau. Lewati sebuah toko elektronik kecil yang biasanya sudah tutup pada jam seperti ini. Seseorang menatap layar tv yang dibiarkan menyala dari luar kaca, rasa penasaranku menghentikan gerak kaki persis di sebelah orang itu. “Bola ?”, tanyaku, sambil berharap semoga ia tidak mencurigaiku sebagai copet. “Bukan, cuma ngeliatin iklan ini...”, katanya tanpa memandang wajahku. Aku ikuti arah matanya, menuju layar tv dalam toko itu. Iklan sebuah kuis di televisi swasta, “Who wants to be a millionare”. Aku benci televisi, benci iklan, benci kuis, benci milyuner, dan yang paling membuatku semakin benci adalah wajah si pemandu acara kuis itu. Tantowi Yahya, kalau tak salah. Cobalah kalian perhatikan wajahnya, semoga kalian juga bisa melihat kebengisan kapitalisme dibalik senyumnya yang arogan.
“Segampang itu ya, jadi jutawan ?”, pertanyaan itu menghentikan langkahku untuk pergi. Aku nyaris lupa kalau orang tadi ternyata masih ada. “Penduduk Indonesia 200 juta, mas. Yang milyuner nggak sampe lima ribu orang...”, jawabku sok implisit. Ia menawarkanku rokok, dan duduk di emper etalase toko itu. Televisi di dalam tak lagi menarik perhatian kami, namun tak ada diantara kami berdua yang mampu mencegah suara merengek lelaki gombal penjual cinta suci yang berbanding terbalik dengan perilakunya di luar video klip dan lirik lagu-lagu mereka. “Aku mencintaimu, lebih dari yang kau tahu...”
Kubakar rokok pemberian orang itu. Lagu dalam televisi belum juga berhenti. Alangkah sulitnya membakar rokok sambil tertawa. Apalagi tertawa meremehkan. Kuletakkan ranselku di tembok dan duduk menyandar di sebelahnya. Dari kiri ke kanan : Orang itu, aku, ranselku, dan flyer sebuah konser (lagi-lagi !) band gombal Indonesia yang vokalisnya selalu menggaruk kepalanya dan tergagap setiap di interview. Pemaksaan sebuah ciri khas untuk menaikkan nilai jual sebuah band selalu terasa murahan untukku. Padahal aku cuma seorang pecundang murni ! Industri musik memang aneh...
“Eh...kalo kamu punya duit satu milyar, mau dipake untuk apa ?”, orang itu selalu saja mengagetkan. Aku yang sekali lagi terlupa kalau aku tak sendirian, sudah terbiasa dengan pertanyaan seperti itu, jadi aku menjawab seperti biasanya aku menjawab pertanyaan seperti itu,

“saya bagi dua”
“bagi dua gimana ?”
“satu untuk idealisme saya”
“terus, satu lagi ?”
“untuk bertahan hidup, dan untuk nutupin kalo
proyek idealisme saya rugi”

Dia tersenyum, aku baru sadar ternyata dia bukan sekedar orang yang numpang lewat sepertiku. Mungkin dia preman daerah ini, atau karyawan toko lain yang sudah tutup tapi belum mau pulang. Entahlah, belum sempat aku menganalisanya, dia sudah bertanya lagi, “proyek idealisme kamu apa ? Dan proyek bertahan hidup sekaligus sponsor idealisme kamu juga apa ?”. Sial ! Pinter juga nih orang. Aku yang juga ingin terlihat pintar di matanya justru balik bertanya, “Dengan uang satu milyar ?”.
Dia mengangguk. Dua jenak aku terdiam, lalu dengan wajah penuh harap (seakan percaya pada keajaiban) sembari menerawangkan wajah ke langit yang ternyata banyak bintangnya, aku mulai memproyeksikan sebuah bentuk visual dari dalam otakku menjadi kalimat,
“Sebuah toko buku kecil, yang ada lonceng di pintunya, jadi kalo ada yang masuk pasti kedengeran ‘triing’, terus bikin café, yang nyetel musik apa saja dari techno sampe punkrock sampe reggae, yang tiap malem minggu ada band lokal manggung disitu, tiketnya cuma seribu. Dan sebagai proyek sponsornya, saya maunya bikin wartel sama studio band yang disewakan untuk latihan atau rekaman...Oh ya, masih ada satu lagi, entah ini proyek idealisme atau proyek sponsornya, saya juga mau bikin tambal ban yang buka 24 jam...he he he he...”
Aku tak bisa menahan inginku untuk tertawa, mungkin karena aku semakin apatis pada cita-citaku sendiri, jadi aku santai saja menceritakannya pada seseorang yang tidak kukenal. Pada saat aku menulis cerita ini, jujur saja, aku kaget sewaktu menyadari bahwa ternyata aku butuh satu paragraf hanya untuk menceritakan apa cita-citaku.
Setelah tersenyum beberapa saat, orang itu bertanya lagi, “Tapi andaikata semuanya terwujud, itu nggak bakalan sampe satu milyar, sisanya gimana ?”.

“membuat sebuah milisi teroris dan perakitan bom”
“teroris ? buat apaan ?”
[aku tak menjawab]
“Terus, melatih dan mempersenjatai pengamen dan anak jalanan”
“Wah ! Kamu aktivis kiri ?”
“bukan, saya cuma orang yang nggak mungkin punya duit semilyar”
[aku tertawa, dia tidak]

Terdiam. Aku mulai melihat jam, sudah terlalu malam untuk sebuah toko elektronik sekecil ini untuk masih tetap buka. Aku mencium ada yang aneh disini. Aku harus mencari topik obrolan baru atau tarik diri dari tempat ini. Belum sempat kumemilih satu dari dua pilihan diatas, dia sudah bertanya lagi,”kuis yang tadi, yang bisa bikin kita jadi milyuner itu...gimana caranya supaya saya bisa jadi pesertanya ?”. Aku menjawab sebisaku,”biasanya diakhir acara, diberitahukan bagaimana caranya supaya kita bisa menjadi peserta, tapi peminatnya pasti banyak,dan saringannya ketat, kemungkinan untuk lolos dan muncul di TV kecil banget”.

“nggak ada yang bisa disogok ?”
“nggak tau...ini bukan ngurus surat tilang”
[aku tertawa, dia tidak]

Terdiam lagi. Dia mulai mendesah, tampaknya ada sesuatu yang memutuskan asanya. Sudah nyaris jam 23.00, dan toko ini masih buka. Orang yang disebelahku hanya mendesah, menghela nafas, dan menghisap rokoknya sedemikian kerasnya hingga suara tembakau yang terbakar hampir menyaingi suara penyiar berita di TV yang membaca berita dengan bahasa Indonesia namun menggunakan aksen se-Amerika mungkin. Aku lupa nama orangnya, tapi sejak SMA aku sudah benci aksennya itu. CNN minded, low life !
“Ini kok belum tutup ya ?”, tanyaku sambil menoleh kebelakang. “Belum, saya masih mau menikmati hari terakhir saya”. Seakan membiarkan otakku bekerja, dia beranjak dari duduknya, berbalik dan mematikan TV di dalam dengan remote yang ternyata dari tadi dia pegang. “Mas pegawai disini ?”, tanyaku. “Bukan, saya yang punya ini tempat”, jawabnya datar.


“Hari terakhir itu, maksudnya ?”
“toko ini sudah saya jual”
“sama isinya ?”
“iya”
“kenapa dijual ?”

Lalu butuh sekitar 15 menit untuk membuatku mengerti bagaimana awalnya sebuah Multi Level Marketing membuat depositonya membengkak dan menjadi gendut penuh uang, kemudian bagaimana juga MLM itu mengambilnya kembali dengan alasan “semakin besar investasi anda, semakin besar keuntungan anda !”, lalu lari menghilang beserta seluruh uang orang itu. Padahal dia tidak hanya menghabiskan seluruh tabungannya, dia juga telah berani menghutang pada orang lain untuk investasi itu. Tentu saja aku tak perlu menjelaskan apa hubungan antara hutangnya dan dijualnya toko itu.
Kulihat dia kehabisan rokok, kutawarkan rokokku, lalu aku masuk ke dalam toko itu. Dia tetap diluar, memberikan remote TV padaku, dan mulai menarik turun rolling doornya. Closing time. Kunyalakan kembali TV, mencari MTV. Koil dengan klipnya yang terlalu hambar bila dibandingkan dengan lagunya, berteriak :
Surga di hati
Kubawa mati

TV kumatikan lagi. kuletakkan remotenya di atas etalase kaca berisi beragam earphone, walkman, kaset dan CD kosong, dan entah apalagi. Kuhampiri dia, kusalami dan kutepuk pundaknya. Dia juga melakukan hal yang sama (I looove this kind of conversation). Selangkah lagi sebelum kakiku keluar, ia bertanya,“menurut kamu, orang Cina yang jadi tukang tambal ban itu aneh atau lucu ?”. Sebuah jawaban pasti keluar dari mulutku,“Saya belum pernah jadi tukang tambal ban, dan saya nggak pernah melihat Orang Cina yang lebih lucu selain di film komedi mandarin...aneh itu cuma sekedar harga yang harus dibayar kok”. Tanpa menunggu reaksinya, aku melangkah keluar, dan nyaris saja ditabrak oleh seorang tukang becak yang berlari liar kegirangan karena setelah entah berapa lama, nomer kupon putihnya akhirnya tembus !
Sambil berjalan tertunduk aku berpikir untuk menambah lagi satu cita-citaku, tapi kalau aku tak sempat untuk merealisasikannya, semoga kalian bisa...Siapapun dari kalian, bila sempat bertemu Tantowi Yahya, tolong robek bibirnya untukku…

Seruan Partai: MAYDAY BUKAN HARI BURUH !!!

by Alyssa Zarathursta

:: SAYAP IKARUS ::
Smash-the-Goddamn-State Liberation Party
------------------------------------------------------------------------------------

Seruan Partai:
MAYDAY BUKAN HARI BURUH !!!

Ya betul, Mayday bukan hanya sekedar hari buruh yang
berhak diaku oleh mereka yang merasa dirinya buruh.
Mayday adalah hari bagi setiap orang, setiap individu
yang merasa kebebasan mereka terebut oleh sebuah
sistem ekonomi dan budaya yang hanya menyisakan ruang
untuk sebuah aktifitas rutin yang penuh perhitungan
untung-rugi. hari bagi mereka yang berhasrat menjadi
manusia, bukan hanya sekedar penual dan atau pembeli.
Mereka yang menolak diri mereka memimpikan hidup
dengan keragaman nilai bukan hanya hidup tanpa
kemandirian, kreatifitas, kekuatan dan
penemuan-penemuan nilai-nilai baru yang tidak terdesak
dan tergusur oleh satu nilai: 'nilai ekonomi'. Mereka
yang menolak mendasarkan hidup mereka hanya pada satu
kepentingan dan tujuan: 'kepentingan dan orientasi
pasar'. Mereka yang menginginkan hidup dengan
petualangan dan dengan kontrol penuh atas diri mereka
sendiri dalam genggaman tangan mereka.

Hari bagi setiap individu yang menolak dunia yang
hanya menghargai orang dari seberapa banyak properti
yang ia miliki, seberapa besar kesuksesan yang ia
peroleh dan seberapa besar kekuasaan yang ia raih.
Hari bagi setiap orang yang menolak untuk
di-standarisasi, di massifikasi, diasingkan dan
direduksi eksistensinya sebagai komoditas belaka.

Mayday bukan hanya hari para buruh yang menolak
diperbudak hanya karena mereka tak punya modal dan
melacurkan diri mereka didalam pabrik-pabrik untuk
sekedar kebutuhan hidup sehari-hari namun juga hari
bagi seorang pekerja kerah putih yang bekerja di
sebuah korporasi dan menolak jadi kelas menengah. Hari
bagi seorang profesional muda yang menolak menjadi tua
dan meninggalkan profesi mereka. Hari bagi seorang
agen asuransi yang menjelaskan pada setiap klien
mereka bahwa tak pernah ada jaminan polis yang cocok
bagi hidup mereka, hari bagi seorang penyair yang
menghidupi puisinya dan hari seorang rapper yang
mengasah skill-nya hingga ke level gila-gilaan dan
menolak menjualnya ketangan sebuah korporasi rekaman.
Hari bagi seorang punk rock yang berhenti di-mohawk
dan keluar dari stereotipikal 'punk rock' dan berbagi
pengetahuan tentang independensi komunitas dengan
seorang Darul Arqam. Hari bagi seorang gitaris
grindcore yang tak lagi menulis lagu tentang kematian
karena sadar bahwa kematian adalah hal yang normal
didalam masyarakat yang hanya sekedar bertahan hidup.
Hari bagi seorang seniman yang memberi jari tengah
pada kurator. Hari bagi seorang religius yang membenci
institusi agama dan menolak seruan perang agama. Hari
bagi seorang desainer pada sebuah perusahaan
periklanan yang mem-vandal sendiri billboard hasil ide
mereka dan hari bagi seorang anak keturunan sunda yang
melecehkan omongan negatif ayahnya tentang ras medan
dan cina dan kemudian menyebut ayahnya sebagai seorang
rasis. Hari bagi seorang pegawai bank yang pura-pura
lupa catatan keuangan satu semester terakhir dan
menyimpannya untuk dijual ke tukang beling. Hari bagi
seorang ibu rumah tangga yang menolak mencuci piring
dan pakaian suami jika hanya lantaran 'kewajiban moral
seorang istri'. Hari bagi seorang anggota geng
bermotor yang tak lagi yakin bahwa hidup dapat
dijalani diatas sepeda motor dan tak percaya omongan
'senior' feodal mereka bahwa membunuh anggota geng
musuh dapat mewakili eksistensi mereka. Hari bagi
seorang anak SMA yang tak ingin mencari identitas
didalam sebuah pencitraan sabun mandi, odol, deodoran
atau sepatu Nike dan hari bagi seorang tamtama yang
tak yakin lagi dunia ini dapat dibangun dengan komando
dan sadar ia punya potensi kebebasan yang tak bisa
dicampuri oleh patriotisme dan bacot komandan mereka.
Hari bagi seorang intel yang muak mengintai hidup
orang lain untuk kemudian mulai sibuk 'memata-matai'
hidupnya sendiri. Hari bagi pengamen jalanan yang
menolak mengemis belas kasihan penumpang angkot dan
tetap bernyanyi sepanjang hari dan memakan makanan
dari tong sampah sebuah Plaza. Hari bagi sepasang
kekasih yang menjalani cinta atas dasar restu dan
komentar orang lain dan tidak lagi menghakimi cinta
atas alasan kelamin. Hari bagi seorang homoseks yang
tak lagi percaya pada klub-klub gay dan mencari
kebebesan dengan membakar tabloid "Gaya Nusantara".
Hari bagi seorang karyawan McDonalds yang memperlambat
layanan bagi konsumen dan mencuri stok makanan yang
terbuang dari gudang dan hari bagi seorang ABG yang
membawa rekan-rekannya nangkring di fast food
berjam-jam dengan bermodal air putih dan timbel dari
rumah dan tak membeli makanan disana. Hari bagi
seorang penggemar film yang bertanya 1000 kali pada
petugas tiket "film apa hari ini?" dan hari bagi
seorang seniman performance yang berkostum satpam pada
sebuah bank dan breakdance sepanjang hari. Hari bagi
mereka yang berikrar akan memblokade setiap jalan yang
akan dilalui birokrat IMF, World bank dan WTO di
seluruh Indonesia, Hari bagi seorang aktivis laskar
jihad yang mempropagandakan perang melawan Israel
tanpa terperangkap retorika rasis dan perang agama,
Hari bagi seorang aktivis mahasiswa yang tak percaya
lagi retorika gerakan moral dan membuat nilai-nilainya
moralnya sendiri yang bukan demi nilai-nilai dari
slogan-slogan ilusi seperti “Demi Tuhan, Bangsa dan
Almamater”. Hari bagi seorang nasionalis yang tak lagi
menyembah patung burung garuda dan mulai membangun
komunitas bukan atas alasan cinta tanah air dan hari
bagi seorang fasis yang bunuh diri.

Dan yang paling pasti, Mayday adalah hari bagi kami
yang tak peduli kalian mengerti selebaran ini atau
tidak, tak peduli selebaran ini berguna bagi kalian
atau tidak. Di sebuah era dimana massa mayoritas
melecehkan kebebasan individu dan kekuatan individu
dipakai untuk meraih massa guna kepentingan dirinya
dan segelintir orang kami tak tertarik untuk ikut
dalam kompetisi meraih simpati dan dukungan ‘massa’.
Bagi kami kekuatan ‘massa’ hanya akan lahir jika
setiap orang menyadari kekuatannya sendiri untuk dapat
bebas dan melakukan apa yang dikatakan hasratnya bukan
hasrat yang diciptakan oleh elit, birokrat, pemilik
modal, kebutuhan pasar, dan tradisi. Bagi kami, Mayday
bukan 'hari buruh' karena momen peringatan model
begini bagi kami hanyalah omong kosong. Kami tak ingin
bebas hanya dalam satu hari saja. Kami tak ingin
sebuah hidup hanya diatas sebuah panggung festival
sehari seperti layar tancep yang jika ada gerimis
langsung bubar. Kami ingin festival 'setiap hari' yang
memfasilitasi lantai dansa bagi 'setiap yang hidup'.
Mayday adalah hari kita semua ketika menghajar
kebosanan sebuah dunia.

Rebut dan curi kembali hidup kalian, tuntutlah yang
tak mungkin !!! LET'S GET THE 'PARTY' STARTED!!!

:: Sayap Ikarus ::
Bukan Front Pembebasan Rakyat (Karena Rakyat atau
Massa Hanyalah Ilusi !)

REVOLUTION FOR THE FUCK OF IT !!!

Catatan: Selebaran ini dibagikan di Bandung pada saat
1 Mei, buat partai "Sayap Ikarus" kalian sendiri di
kota masing-masing meskipun hanya dua orang dan print
dan sebarkan selebaran ini di kota kalian!!!



SEJARAH DAN TRADISI MAYDAY

by "- koy -"

SEJARAH DAN TRADISI MAYDAY

Tarikh 1 Mei adalah satu hari penting dalam sejarah gerakan buruh sedunia.
Itulah hari yang menunjukkan rasa kebersamaan buruh-buruh sedunia. Hari yang
diingati untuk mengenang kembali perjuangan-perjuangan dimasa lalu,
sekaligus untuk melaungkan harapan kita pada masa depan yang lebih baik.

Suatu hari penuh makna untuk ianya menjadi tugu peringatan kepada kita
bahawa luka dan duka seorang buruh, siapapun dia, dia adalah luka dan duka
kita semua. Tetapi mengapa Mayday ? Apakah sejarahnya ?

Perjuangan, Korban dan Kambing Hitam

Tarikh 1 Mei diangkat sebagai harinya kaum buruh sedunia berdasarkan mogok
nasional yang digerakkan oleh buruh-buruh Amerika Syarikat dan Kanada yang
terhimpun di dalam Federasi Buruh Amerika (American Federation of Labour)
pada 1 Mei 1886. Penggerak utama aksi itu sendiri adalah sebuah organisasi
buruh bernama Asosiasi Internasional Kaum Buruh (International Working
People's Association).

Saat itu, para buruh, lelaki-perempuan, hitam-putih, imigran-pribumi; telah
bersatu dan bersama-sama memperjuangkan haknya seperti pengurangan jam kerja
dan kenaikan upah. (Wajib untuk kita mengingati bahawa 8 jam kerja dalam
sehari yang masih diterapkan hingga saat ini harus dicatat sebagai salah
satu kejayaan gerakan tersebut)

Dalam pandangan kaum buruh pada saat itu, tuntutan perlaksanaan 8 jam kerja
sehari hanya boleh dimenangkan dengan aksi langsung (direct action) dan
solidariti. Mereka sedar, perjuangan menuju perubahan, seperti tuntutan 8
jam kerja sehari itu, tidak hanya boleh dilakukan sendirian. Mereka faham
bahawa itu hanya satu pertempuran dalam perang kelas yang hanya akan bererti
dengan revolusi sosial dan terciptanya sosialisme (sebuah masyakat bebas
tanpa kelas yang didasarkan pada sistem produksi kooperatif).

Idea itulah yang mereka perjuangkan dan diorganisasikan. Mereka membangun
organisasi yang berdasarkan kedaulatan rakyat dan menolak struktur hirarki
yang terasing dari rakyat sebagai suatu cerminan masyarakat yang
diinginkannya. Hasilnya, tak kurang 300 ribu buruh dari seluruh pelosok
Amerika berhasil dikumpulkan di Chicago, kota industri yang dipilih sebagai
konsentrasi agitasi.

Tentunya saja aksi itu dianggap ancaman oleh para pengusaha dan kaum
kapitalis Amerika. Setelah aksi berlangsung selama 2 hari, pertempuran
dengan pihak polis yang ganas dan kejam yang bertujuan untuk membubarkan
para pemogok tidak dapat dihindari dan 6 orang buruh terkorban pada saat
pihak polis dengan bengis dan kejamnya menyerang dan membelasah para
pemogok, ratusan pejuang-pejuang buruh yang lainnya luka parah dan
ditangkap.

Keesokan harinya, pada 4 Mei 1886, para buruh yang marah telah menganjurkan
demonstrasi besar-besaran di jalan-jalan Haymarket untuk memprotes kekejaman
dan keganasan polis tersebut.

Demonstrasi itu berjalan dan berlangsung secara aman. Namun ketika hujan
mulai turun dan sebahagian besar para demonstran sudah mula bersurai (massa
yang tinggal hanya sekitar 200 orang), tiba-tiba sebiji bom meledak di
tengah-tengah kelompok polis dan menewaskan 8 orang serta ramai diantaranya
luka.

Sebagai balasannya, polis pun mulai melepaskan tembakan ke arah para
demonstran yang tinggal. Puluhan orang terkorban, yang lain luka-luka dan
ditangkap. Selama berminggu-minggu berikutnya keganasan polis terus
berlangsung: gedung-gedung pertemuan para buruh, pejabat-pejabat kesatuan
buruh, percetakan, dan rumah-rumah para aktivis buruh diceroboh dan
digeledah oleh polis tanpa surat perintah penggeledahan. "Tangkap dulu,
urusan hukum belakang kira" demikian kata J. Grinnel, Hakim Wilayah setempat
ketika itu.

Keganasan, penyerbuan dan penindasan, yang didukung pula oleh media akhirnya
melemahkan gerakan 8 jam kerja. Perasaan cemas dan takut pihak berkuasa dan
kaum kapitalis telah dapat dihilangkan, mereka pun berhasil memperoleh
kambing hitam untuk insiden itu. Lapan orang pemimpin kesatuan buruh anarkis
telah ditangkap dan dituduh sebagai pelempar bom.

Kebenaran tuduhan itu sendiri hingga kini masih menjadi kontroversi:
benarkah bom itu dilemparkan oleh para buruh ke arah polis, atau salah
seorang agen provokator polis dengan sengaja meledakkannya sendiri dengan
alasan mencari-cari kesalahan untuk mendakwa para pemogok?

Permasalahannya, tidak pernah tersedia cukup bukti untuk membenarkan tuduhan
liar ke atas para pejuang buruh tersebut. Bahkan tiga dari mereka sama
sekali tidak hadir di dalam demonstrasi di Haymarket itu. Namun para buruh
yang memperjuangkan hak-haknya itu akhirnya tetap didakwa sebagai pelempar
bom dalam pengadilan para buruh radikal yang paling kontroversial di abad
ke-19 itu.

Satu-satunya kejahatan mereka adalah gagasan-gagasan sosialis yang
berasaskan masyarakat tanpa kelas, aktiviti mengorganisasi massa buruh dan
kedudukannnya yang mengancam pihak berkuasa yang bersengkongkol dengan kaum
pemilik modal (kapitalis).

Apakah mereka bersalah dalam pelemparan bom atau tidak, kemudian tidak lagi
menjadi relevan. Mereka langsung dituduh sebagai para agitator (penghasut)
yang memanaskan kaum buruh untuk melancarkan penentangan dan perebutan
kekuasaan dan kerana itu pihak berkuasa merasa perlu untuk memberi mereka
pengajaran.

Albert Parsons, August Spies, George Engel, dan Adolph Fischer adalah antara
aktivis buruh yang dihukum bersalah dan dijatuhi hukuman gantung oleh
pengadilan negeri Illinois. Keputusan itu tidak syak lagi telah memancing
protes yang keras dari berbagai gerakan buruh di seluruh penjuru dunia.

Tak kurang 500 ribu buruh berbaris mengiringi majlis pengkebumian jenazah
para pejuang buruh itu menuju ke permakaman. Bahkan sekitar 20 ribu orang di
antaranya terus berjaga di permakaman mereka hingga sehari semalam.

Di Paris, pada tahun 1889, delegasi asosiasi kesatuan buruh Amerika dan
Asosiasi Buruh Internasional yang hadir dalam kongres Sosialis Internasional
(Internasional Pertama) mendeklarasikan tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh
antarabangsa untuk memperingati para pejuang kaum buruh yang gugur dalam
peristiwa Haymarket.

Sejak itulah tanggal 1 Mei selalu dijadikan hari solidariti internasional
kaum buruh sedunia.Bendera merah pun dipilih sebagai simbol darah para
pejuang kaum buruh yang gugur dalam perjuangan mereka menuntut keadilan.

Hari ini di Amerika Syarikat, tempat yang mencetuskan peringatan Mayday,
tarikh 1 Mei dan para pejuang kaum buruh Chicago yang terkorban telah
dilupakan. Apatah lagi di Malaysia ini yang masih dicengkam oleh sistem
kroni kapitalis yang didukung oleh pemerintahan REGIM DIKTATOR MAHATHIR
MOHAMAD yang bersekongkol pula dengan IMPERIALIS DUNIA, AMERIKA SYARIKAT!!!

Retorik-retorik anti-globalisasi yang dicanangkan oleh DIKTATOR MAHATHIR
hanyalah sebagai topeng untuk mengelabui mata rakyat sedangkan seluruh
kekayaan tanahair kita ini dikaut dan dirompak untuk perut anak-anaknya,
saudara-maranya, kaum kerabatnya dan kroninya. Lihat sahaja bagaimana
projek-projek pengswastaan yang dilakukan oleh REGIM DIKTATOR MAHATHIR pada
akhir tahun 80an akhirnya terpaksa diambil balik oleh negara dengan
menggunakan duit rakyat. Kroni dan anak Mahathir yang kerugian tapi rakyat
yang harus menanggung hutang-hutang mereka !

Alangkah baiknya jika duit hasil dari pungutan cukai dari rakyat itu
digunakan untuk membina lebih banyak rumah kos rendah, memberi khidmat
kesihatan percuma, melaksanakan sistem pendidikan percuma, memperbanyakkan
peluang pekerjaan kepada rakyat, melaksanakan sistem gaji minima untuk para
buruh, menjaga kebajikan rakyat yang tidak punya rumah yang tidur di kaki
lima serta melaksanakan projek-projek pro-rakyat yang dapat memberi
kesejahteraan, kemakmuran dan manafaat kepada rakyat seluruhnya.

Tetapi dasar kroni kapitalis yang menjadi tunjang kepada pemerintahan
DIKTATOR MAHATHIR ini telah menyebabkan pembolotan kekayaan negara ditangan
hanya segelintir individu sahaja sedangkan majoriti rakyat terus ditindas,
diperah dan diperas dengan kejam. Ketika rakyat terpaksa mengemis untuk
mendapatkan sesuap makanan, Mahathir dan keluarganya serta kroni-kroninya
dengan senang lenang melancong ke pergunungan Andes dan Antartika. Ketika
20,000 buruh kilang elektronik di Pulau Pinang kehilangan kerja mereka
akibat perpindahan kilang-kilang ke negara China pada Disember tahun lepas,
DIKTATOR MAHATHIR masih tetap melarang penubuhan kesatuan sekerja untuk
pekerja-pekerja elektronik.

Justeru itu, adalah tidak terlalu mengejutkan sebenarnya jika sejarah dan
makna Mayday telah disembunyikan oleh REGIM DIKTATOR MAHATHIR. Jika
idea-idea sosialis dari para pejuang kaum buruh yang terkorban di Chicago
ini dikenal luas dan dipraktikkan, maka para birokrat kesatuan buruh
Malaysia seperti MTUC, CUEPACS, NUPW dll yang selama ini banyak menangguk
keuntungan peribadi dari gerakan buruh; pasti bakal kehilangan pekerjaan !

Idea-idea dari massa buruh di Chicago menunjukkan bahawa ada alternatif yang
praktikal dan jelas bagi gerakan buruh dari sistem yang menindas di saat
ini, iaitu gerakan revolusioner. Itulah jawapan di atas kegagalan garis
ortodoks melalui jalan parlimentar di dalam mencipta keadilan,kemerdekaan
dan kesetaraan yang hakiki dan sejati. Mayday dan gerakan buruh sendiri
harus diselamatkan dari semua kepentingan-kepentingan sempit (vested
interests) yang menguasai sistem sosial, politik dan ekonomi saat ini.

Mayday harus kembali menjadi hari yang mengingatkan kita kepada perjuangan
kaum buruh di masa lalu, dan genggaman tangan tanda pernyataan solidariti
kita pada perjuangan kaum buruh hari ini. Kita harus jadikan setiap hari
sebagai Mayday! Masa depan gerakan buruh di Malaysia wajib dicerahkan
kembali setelah sejarah perjuangan mereka dikaburkan oleh REGIM DIKTATOR
MAHATHIR.

Justeru itu, ayuh kita sama-sama berganding bahu, berpimpin tangan
bersama-sama kaum buruh, pekerja ladang, pekerja kilang, peneroka bandar,
kaum miskin kota, mahasiswa dan semua sektor masyarakat tertindas yang
lainnya untuk melakukan aksi solidariti di Kota Kula Lumpur bersempena
dengan Hari Buruh Sedunia pada 1 Mei 2002 yang akan datang nanti. Tuliskan
slogan, lukiskan perkataan, bawakan placard, julangkan sepanduk, bukakan
banner, hadirkan diri, ajak kawan-kawan, sebarkan maklumat, ramaikan
perarakan dan ayuh kita turun ke jalan ! Bersama kaum buruh kita berganding
tangan !

Ayuh !

HIDUP BURUH ! HIDUP PEKERJA ! HIDUP MISKIN KOTA ! HIDUP PETANI ! HIDUP
MASYARAKAT TERTINDAS ! HIDUP MAHASISWA ! HIDUP ANAK MUDA ! HIDUP RAKYAT !

RAKYAT BERSATU LAWAN PENINDASAN ! RAKYAT BERSATU TAKKAN DIKALAHKAN !



Vandalisme adalah Seni

by kolektif harder

Vandalisme adalah Seni

VANDAL. Sangat haram !
Apalagi ditengah masyarakat kita yang sangat percaya pada sebuah kata : MORAL. Moral yang terbentuk oleh kondisi baik-buruk yang ditentukan oleh dogma-dogma. Tapi seperti layaknya kata lain yang yang pernah ada tertulis dalam kamus, kita mengenal arti dibalik kata-kata yang terdefinisi oleh kekuatan, segala macam jenis kekuasaan yang ada. Power of language, language of power.

Ehm...Sekarang sudah waktunya kita lihat sekeliling kita seperti layaknya Keanu Reeves dalam film Matrix yang menyadari bahwa sekelilingnya sudah dikuasai oleh musuhnya yang dikendalikan oleh komputer. Kita sekarang berada di tengah-tengah alam komoditas yang ternyata kita tidak memiliki pilihan apapun kecuali mengkonsumsi, mengkonsumsi yang dalam era Neo-Liberalisme ini berarti mengkonsumsi semua produk PASAR yang dikendalikan oleh keserakahan akan properti dalam atmosfir kompetisi dan semua komoditas ini ditawarkan di depan hidung kita. Dan kita tidak pernah bisa lepas kecuali kita MATI sekalian.

Ditengah masyarakat "pertunjukkan" ini segala hal terdefinisi lewat barang yang kita konsumsi. Ya, kita hidup disebuah abad moderen yang ternyata mendefinisikan bahwa properti adalah segala-galanya. Ya, segalanya bahkan lebih berarti dari nyawa manusia sendiri. Disadari atau tidak oleh kita semua. Kita dibesarkan untuk menghormati properti bukan kehidupan.

Lalu apa hubungannya dengan kata VANDAL ? Ooppss.....Vandal adalah pelanggaran yang tak terpikirkan untuk terjadi. Perusakan sesuatu, sebuah properti yang dihargai oleh sebagian orang namun juga berarti sebuah ekspresi bagi sebagian lainnya.

VANDALISME adalah sepasang kekasih yang mengukir namanya pada kulit sebuah pohon. Vandal adalah coretan tagging seorang anak SMU di sebuah WC, dan vandal adalah seperti yang kita tonton di TV pada akhir tahun 1999 lalu, seorang bermasker dalam sebuah aksi anti-WTO menghancurkan kaca toko NIKE di Niketown Seattle dan meluluhlatakkan Mc Donalds di Eugene.

Ooouuhhhh....Apa yang lebih bagus lagi yang dapat menjadi ekspresi lengkap dari sebuah depresi sinis dari dekade post-modern ini daripada kelakuan vandal ini ? Dapatkah bentuk seni apapun dalam generasi kita ini yang dapat menawarkan sebuah guratan harapan untuk sebuah pelarian tanpa konfrontasi langsung dengan properti ? Berkesenian berarti berkreatifitas, berkreatifitas berarti memberontak. Ya, pemberontakan adalah menjadi kreatif, menjadi kreatif berarti memberontak. Dan adakah pemberontakan anak muda yang lebih subversif daripada vandal ? Adakah kreatifitas yang lebih kreatif daripada vandal ?

Vandalisme bagi kami adalah bentuk parasit yang lahir dari esensi peradaban barat dalam sebuah era millenial ini. Sebuah "harapan" yang bukan harapan di saat kita berdiri terpaku kaku, dimanipulasi oleh teknologi dan hasrat/keinginan komersiil. Lihatlah sekali lagi, para perancang PASAR merancang arti dari pakaian, mobil, furniture bagi kita bahkan makanan yang kita konsumsi ! Kita memilih dan mendefinisikan diri kita dengan produk yang yang dapat kita beli yang secara bertahap menghilangkan, memusnahkan arti dari kita sendiri. Dan lihatlah diri kita sekarang.

Kita merupakan proyek komersial dari perancangan makna komersial tersebut tadi !!

Dan dengan begini kita sekarang dapat melihat kenyataan sebenarnya, siapa yang parasit dan siapa yang sebenarnya organ host-nya. Kita adalah organ yang hidup dan kultur komoditas inilah parasitnya !! Justeru sekarang kitalah obyek yang ter"vandal"kan !! Kita dibentuk, diolah, dibungkus dan ditandai dengan penandaan pasar . Dijadikan subjek kaku dalam ilmu-ilmu ekonomi, setelah ini terjadi dapatkah kita menyebut diri kita hidup dalam sebuah alam kebebasan ? memilih dengan bebas ? Adakah demokrasi di alam yang tidak demokratis ini ? Demokratis sebelah mana jika kita untuk berbicara pun harus terlebih dulu memiliki properti !!! Kita dikelabui untuk untuk percaya bahwa untuk sebuah identitas kita harus bergantung pada sebuah parasit !! Bergantung pada produk dagangan !!!

Dan definisi vandal bagi kami ? Yeah, apa yang kita tahu sekarang tentang vandal adalah berarti menolak untuk jadi pecandu yang bergantung pada konsumerisme total. Kami menolak untuk bergantung pada barang dagangan dan menolak menghormati "properti" meski pada akhirnyakita semua memang tak akan pernah bisa lepas total dari Godzilla ini. Ya, budaya konsumsi ini adalah Godzilla. Sebuah monster yang ada di atas kepala kita dan terus tumbuh membesar ke atas dan mengakar menghuja ke bawah. Siapa pun yang hidup di dalamnya pasrah. Hanya akan kalah menghina diri sendiri dengan terus menerus bersaing untuk mendapatkan esensi semu sebuah kehidupan. Kompetisi ? Betul dan kami menolak untuk berkompetisi, yang melanggengkan sebuah sistem yang melanggengkan penghormatan terhadap properti ini. Vandalisme adalah ekspresi dari psikologi sebuah pelarian sebuah usaha pemahaman akan sebuah eksistensi dan hal ini sekarang sudah menjadi sebuah perbuatan kriminal.

Vandalisme adalah seni. Ya seni, ketika seni sendiri sudah tidak dapat lagi menyelamatkan makna dari sebuah keabsurdan yang berlebihan dari kondisi materi sekarang ini.Di dalam masyarakat yang gencar mempromosikan mitos "pilihan total" maka pilihan paling krusial adalah menjadi KRIMINAL tadi yang berarti memiliki makna : usaha untuk memiliki kemampuan untuk menciptakan makna baru untuk sesuatu.

Titik dimana mitos dan realitas bertemu adalah titik dimana politik dan seni bertubrukan. Menjadi hantu vandal, menjadi penghambat kultur, menjadi tanpa otoritas, menjadi anarkis. Pada titik pertemuan inilah semua barikade menguap.

Oleh : KOLEKTIF HARDER

PUNK: Sub- Kultur atau Kultur Perlawanan

by anonymous

PUNK: Sub- Kultur atau Kultur Perlawanan

Sejak ledakan besar dalam tahun 1976-1977 punk rock telah banyak menarik perhatian dari para budayawan / sarjana teoritis seperti Dick Hebdige, Stuart Hall, dan Griel Marcus. Para cendekiawan ini bagaimanapun kurang berhasil melihat dari sisi perkembangan musik underground ini sejak lahir pada akhir tahun '70an. Politik-politik dari punk, musik dan fesyen berkembang besar ketika tahun 1980an, sebagaimana produksi, distribusi dari rekaman punk dan literaturnya. Dari evolusi ini, maka sangat wajar untuk kembali menganalisa beberapa dari asumsi-asurnsi yang dibuat oleh para sarjana kebudayaan semasa jaman-jaman awal punk. Beberapa penyelidikan sebelumnya hanya berkonsentrasi pada era tahun 1977, sebagai contoh band-band seperti the Sex Pistols. Dalam jangka pendek beberapa tahun semua band ini melembutkan musiknya menjadi versi yang lebih mudah dinikmati dan lebih mudah dipasarkan (sebutan lain adalah “new wave") atau bahkan menghilang ke dalam ketidakjelasan. Bagaimanapun, punk belum mati, dan secara sederhana bergeser secara “bawah tanah” atau underground untuk melanjutkan perkembangannya. Awal 1980an, underground punk mulai bertransformasi menjadi “hardcore” punk. Musiknya menjadi lebih keras, cepat dan memulai proses pencampuran dengan musik heavy metal. The scene atau komunitas punk, menjadi underground dan menjadi lebih politis, baik secara reaktif (kritis melihat sesuatu yang terjadi), dan perhatiannya dalam sebuah kejujuran dalam style, gaya. Sebelumnya punk telah dikategorikan sebagai working class youth sub-culture atau cabang budaya dari kaum muda kelas menengah ke bawah, kaum pekerja, yang menyebar cepat ke Amerika dan berevolusi semasa jaman punk tahun 1980an untuk menampilkan karakteristik dari middle-class counter-culture atau kultur perlawanan/tandingan dari masyarakat kelas menengah.

Faktor dominan dari punk adalah sebuah subkultur berdasar dari simbolisasi dan bentuk-bentuk spektakuler dari perlawanan, resistensi. Punks menggunakan gaya (musik, fesyen, bahasa slang, dll.) sebagaimana Dick Hebdige menggambarkan seperti berikut : "Untuk menciptakan sesuatu dari apa yang diciptakan dan mereka - membumbui, menghias, parodi dan apapun yang memungkinkan membangkitkan posisi dari posisi yang lebih rendah yang bukan merupakan pilihan meraka." Bagaimanapun, sebagaimana punk makin bertambah berpindah underground dan berkembang, punk mulai menarik elemen-elemen yang vokal dari intelektual-intelektual yang kecewa, terutama dari kaum muda kelas menengah pinggiran (suburban middle-class youth). Ini membantu punk bertransformasi menjadi gerakan yang lebih berartikulasi dari protes-protes politik dan kritik seperti yang telah digambarkan oleh Stuart Hall tentang middle-class counter-culture untuk akhir 1960an dan awal 1970an.

Hall dan kolega-koleganya mencurahkan sebuah bagian dari hasil kerja mereka ke dalam sebuah “perang” sub-kultur kaum muda di Inggris ke pemeriksaan dari middle-class counter-culture seperti hippie dan yippie. Dengan inilah punk menjadi lebih dekat daripada dibandingkan dengan subkultur mod atau subkultur rocker. Penting untuk mengingat bahwa studi ini sudah lengkap sebelum punk bangkit dan definisinya mudah diaplikasikan dan bertahan tetap untuk ledakan yang saat itu sedang membara diatas permukaan kultur pop pada era tahun 1970an. Counter-culture menempatkan tekanan yang besar dalam simbolisasi secara politis dari bentuk-bentuk perlawanan, pada individu dan kolektif, dan penolakan terhadap nilai- nilai dibandingkan dengan kesetiaan terhadap suatu kelas atau tradisi.

Setelah ledakan punk pada tahun 77, punk menyebar dari Eropa ke Amerika dan akhirnya hampir semua daerah urban di dunia. Anak-anak muda mengambil alih musik, fesyen, dan gaya dari punk. Mengambil gambar atau image dari pemberontakan yang ditawarkan oleh industri musik secara serius, punks menumbangkan mereka, membuat mereka menjadi dasar atau basis dari sebuah subkultur underground yang timbul. Punk menjadi berbagai variasi musik dan arah penggayaan dengan setiap simbol-simbol politik dan nilai-nilai. Lingkungan pergaulan punk menjadi “payung” dan memayungi segala bentuk dari ekspresi pribadi atau self-expression. Terbentuk pada akhir 1970an, punk memiliki label rekaman sendiri, pers, fesyen, bahasa “prokem” atau slang dan jaringan distribusi yang ditempatkan secara underground, dengan jaringan-jaringan komunikasi dan transfer dari artefak budaya yang di desentralisasi a yang tidak terkait. Isolasi ini mungkin merupakan Catalan dari ketidak jelasan punk didalam studi-studi tentang sub-sub anak muda, youth subs, dan budaya perlawanan sejak tahun 1970an. Kemajuan dalam murah, dan keberadaan peralatan rekaman, tetah membuat elemen- teknologi seperti penerbitan desktop (desktop publication), perekam kaset mandiri (home cassette dubbing), foto kopi yang cepat dan murah, dan keberadaan peralatan rekaman, telah membuat elemen-elemen punk yang telah terpolitisir menjadi sebuah perindustrian rakyat, kaum underground. Pilihan seperti ini didorong oleh keinginan untuk tetap membuat punk aman dari tangan-tangan kapitalis yang mengeksploitasi melalui industri musik. Etika “do-lt-yourself” atau lebih dikenal dengan “d.i.y” tumbuh secara ekstensif pada tahun 1980an. Apapun yang d.i.y, betul-betul dipertimbangkan dan dekat dengan “true spirit” dan punk dimana menekan kontrak dengan major label atau label rekaman mayor adalah suatu bentuk pengambilalihan hukum terhadap punk, dan dianggap “sell-out” atau menjual diri dari gaya. Ketika ini membuat impresi dari bentuk sebuah budaya perlawanan underground yang swatantra, punk tetap tersebar. Punk secara luas telah mengalami perkawinan silang dengan underground metal. Dari awal punk telah meminjam fesyen dari para bikers, rockers, para pemberontak dari subkultur sebelumnya. Dan hasilnya punk telah menemukan gayanya sendiri, dan berintegrasi atau bersatu dengan industri fesyen, sebagaimana sesuatu yang penuh kejutan dan memalukan menjadi sangat chic di masa depan. Punk tidak terbentuk dari kevakuman tapi dihasilkan dari bentuk akhir ekspresi-ekspresi pemberontakan dan protes-protes sosial. Bagaimanapun, punk menyediakan tempat untuk berekspresi atas ketidakpuasan dari sebuah kaum muda yang tercabut hak pilihnya. Ketidakpuasan tidak hanya dengan budaya yang dominan, tetapi juga dengan mereka yang merasa sama seperti individu yang gagal membentuk diri dan memberontak.

Punk telah berkembang dari sebuah ekspresi, protes,melalui simbolisme dan kejutan dari nilai-nilai menuju kepada kritik terhadap politik yang terartikulasi dan penolakan dari budaya yang dominan. Hall berbicara tentang protes subkultural sebagai kesadaran kelas-kelas sosial, berkait dalam bentuk-bentuk ekspresi seperti vandalisme dan hooliganisme. Dimana dia mengatakan, "Bentuk budaya periawanan lebih kepada bentuk ideologi dan bentuk politis. Mereka membuat artikulasi dari lawan mereka terhadap nilai- nilai yang dominan dan juga Institusi - bahkan ketika ini tidak mengambil bentuk dari suatu respon yang jelas." Punk pada masa 1980an bercampur dengan politik, tidak hanya secara musik dan tertulis, tetapi mencakup ke dalam gaya hidup sehari-hari. Lirik-lirik politis dan komentar-komentar kritik sosial menjadi tema lirik yang berlaku dalam kebanyakan band-band punk. Band-band seperti Conflict, Grass, dan M.D.C. menyertakan rekaman-rekaman mereka dengan informasi-informasi tentang isu-isu politik, seperti misalnya tentang bahaya perang nukilr, intervensi pada Amerika Tengah, atau animal rights. Mengutip Tim Yohannon dari Maximum Rock N Roll pada tahun 1984, "Album rekaman sudah bukan album rekaman biasa lagi, mereka datang dengan sheet lirik dan banyak intonasi didalamnya, hal-hal politik, alamat, representasi dari penentangan, pemberontakan dari lingkungan."

Punk mulai menegaskan sebuah gaya hidup alternatif, tidak seperti grup-grup kultur pemberontakan sebelumnya. Sebuah kode etik menjadi berhubungan erat dengan punk yang benar-benar berlawanan dengan tekanan, eksploitasi, dan mengutamakan hak individu. Kepedulian akan bagaimana gaya hidup suatu individu memberikan contoh kepada “sistem” dan aktivitasnya. Kemudian banyak punks yang memilih gaya hidup alternatif seperti vegetarianisme, juga memboikot korporasi-korporasi atau perusahaan-perusahaan besar yang terpilih dan terseleksi karena suatu kasus. Ini menciptakan para kehadiran sementara dari pemondok-pemondok yang berasal dari golongan pinggir ljngkungan, bertempat tinggal di gedung-gedung yang tidak terpakai, dan mengorek sampah untuk sandang dan pangan.

Etos punk d.i.y. yang underground membuat kejujuran dari sebuah band sampai ke popularitas mereka diantara fans mereka yang die-hard. Transformasi punk ke hardcore di Amerika adalah sebuah bagian dari keinginan untuk mencapai kejujuran didalam bentuk perdagangan. Ian MacKaye dari band legandaris Washington D.C. - Amerika Serikat, Minor Threat, dan scene punk awal D.C. lebih suka disebut “hardcore” daripada “punk rock”. Ini disebabkan oleh keinginan untuk memisahkan underground punks yang tetap konsisten dari band-band yang sell-out yang telah menyatu menjadi new wave. Vic Bondi dari band Articles Of Faith mengatakan, "Untuk saya bukanlah suatu kebetulan hardcore Amerika lahir pada saat bersamaan dengan Amerika Serikat (dan negara- negara Eropa Barat) mengadopsi kelas pemaaf tanpa otak dan perang ekonomi antar negara. Ini merepresentasikan sebuah mood- swing terhadap demokrasi juga sesuatu sejak terdefinisikan menjadi post-modern, atau simulcra : sebuah keinginan untuk memperlakukan ilusi sebagai realita, untuk menerima suatu image melampaui hakekat, memperlakukan kehidupan yang sebenarnya seperti dalam TV atau film yang buruk. Era 80an adalah masa dimana segalanya menjadi sebuah media, dimana kesenian dari kesepakatan menjadi publisitas dan kesepakatan itu sendiri, dan berlagak presidensial adalah menjadi presidensial. Semua adaiah media dan media mampu dimanipulasi, jadi semua dapat dimanipulasi. Dan pada tengah-tengah rantai manipulasi ini, tercekik kemudian dan dicekik sekarang adalah rakyat. Mereka adalah obyek- obyek manipulasi, korban-korban dari media. Mereka membeli image tersebut, dan menjadi image tersebut. Orang-orang dengan kata lain, menjadi komoditas dalam era 80an, begitu banyak obyek yang tak tertuang, dipakai hingga bosan, dan menjadi barang-barang yang terbuang. Bagi saya tampaknya hardcore adalah suatu ekspresi dari suatu proses terhadap keadaan hal ini, state of affairs. Tidak politis secara partai, atau ideologi, atau dogma dari kompetisi kekuasaan yang terorganisir; tapi politikal secara perlawanan terhadap paksaan kekerasan. Menjadi “hardcore” tidak dapat dimanipulasi, dikomoditaskan atau diperdagangkan, tidak dapat menjadi umpan konsumerisme.”



ERTI ANARKISME

by Mark David

Erti Anarkisme

Aspek Sosio-Psikologi


Di dalam keadaan yang saya amati sekeliling, tidak syak lagi anarkisme sering di salah anggap oleh sesetengah golongan yang memperjuangkan motif anarkisme yang mana konteks pengakuan anarkis secara langsung di tolak oleh sebab rasa rendah diri yang di sengajakan atas sebab menaikkan nama dalam pergerakan dengan proses semulajadi sosial. Mungkin inilah contoh-contoh penerimaan yang sedikit sebanyak mengelirukan saya. Namun apakah objektif dalam merendahkan diri di sebabkan fobia pergaulan yang mana seseorang itu takut di tolak atau di pulau oleh pergaulannya menjadi persoalan pada saya. Bagi saya, kata-kata Bakunin lebih memberangsangkan: “Seseorang akan yakin atau kuat hanya apabila dia berdiri atas kebenarannya, waktu dia berkata dan bertindak dengan keyakinan yang mendalam. Tatkala itu, apa jua keadaan yang di timpanya, dia sentiasa kenal apa yang patut di katakan dan lakukan. Dia mungkin akan jatuh, tetapi dia tidak boleh malu atas sebab-sebabnya.” /Statism and Anarchy/ Kenyataan Bakunin ini memaksudkan keberanian tindakan dalam apa juga segi yang di lalui, kerana anarkisme melambangkan kesamarataan baik di dalam pergaulan, komuniti, institusi, dan pergerakan.

Untuk penyesuaian ini tidak membawa kita kepada sifat individu maksima yang kita gunakan dalam memuaskan keinginan kita sendiri tanpa mengambil bicara pendapat sauadara anarkis kita yang lain. Di sini saya lebih mengutamakan egoisme demi kebaikan semua yang mana sifat egois kita mampu menyemarakkan hasrat untuk kebaikan bukan mengambil kesempatan. Setiap individu mempunyai sifat faham memahami yang mampu di hasilkan. Begitu saya aju penerangan Errico Malatesta: “Kita semua ialah egois, kita mencari kepuasan masing-masing. Tetapi seseorang anarkis menemui kepuasan terbaik dalam pergelutan demi kebaikan semua, untuk kejayaan sebuah masyarakat yang mana dia mampu menjadi saudara dengan yang lain, dan antara yang sihat, berakal, berpendidikan, dan orang yang gembira.” /Life and Ideas/ Jangan tersalah anggap kata-kata Malatesta kerana apa sebenar yang di maksudkan oleh beliau adalah menyesuaikan diri dengan golongan-golongan yang releven di mana golongan ini sering dan am sekali memandang golongan anarkis sebagai tidak releven.

Namun susunan sifat bersosial manusia baik mereka anarkis hingga ke kapitalis adalah sama kerana pada asas ia adalah sejenis ‘innate behaviour’ (perangai semulajadi) yang tidak boleh di tolak kewujudannya. Lihat Dr. Maurice Bucaile, What is the Origin of Man, The Role in Innate Behaviour in the Animals, ms. 111, The Loss of Mans Innate Behaviour, ms. 118 untuk hal ini. ‘Innate behaviour’ ini sememangnya wujud pada haiwan dan manusia tetapi semakin manusia itu dewasa perangai semulajadi ini hilang dan lahir pula sifat ikutan yang terhasil akibat terpaksa menyesuaikan adaptasi terhadap pergaulan sosial yang saya juga rasa amat jijik kerana dengan sedar dan tidak saya terbawa sifat ikutan ini. Tetapi untuk menerima perangai semulajadi (iaitu ‘innate behaviour’) yang di maksudkan oleh Dr. Bucaile adalah sejenis sifat untuk haiwan. Kerana apabila manusia matang ia akan menerima ‘implementing’ (menghasilkan; membuat; menjalankan) yang pada hakikatnya tidak di miliki oleh haiwan. Jadi bagaimana ingin mendidik golongan anarkis yang sifat sosial mereka masih penuh dengan hierarki? Rudolf Rocker juga ada menyediakan pendapat beliau mengenai subjek yang di utarakan sini: “... Seseorang memerlukan hormat dari yang lain apabila seseorang menyedari pertahanan kemuliaan seseorang sebagai manusia. Ia bukan sahaja benar dalam keperibadian hidup, malah, ia sama juga dalam kehidupan politik.” /Anarcho-Syndicalism/ Topik ini wajib di jadikan iktibar minda kerana segolongan anarkis itu perlu mempunyai watak-watak seseorang anarkis jika memahami maksudnya.

Perwatakan

Watak yang saya keutarakan ini lebih kepada imej kematangan fikiran dan bersosial yang mana ia membawa sebuah intipati jalan berpolitik. Memang secara amnya kebanyakan para anarkis di Malaysia pasti tidak akan menyetujui pandangan saya ini. Tetapi apakah hakikat isi hati yang membuatkan mereka ini menolak sama sekali imej atau jalan berpolitik ini? Ia sama sekali silap kerana anarkisme itu sendiri sebuah badan berunsurkan politik yang mana setiap individu terbabit harus memiliki kekentalan berpolitik. Mutu berinteraksi dengan keadaan sekeliling seseorang itu harus memiliki sifat ‘interaksi spontan,’ ia adalah sejenis sifat yang membolehkan seseorang itu menang di dalam sebarang perdebatan di mana ketika seseorang itu telah di serang bertubi-tubi tetapi mampu menangkis berkali-kali. Yang di maksudkan saya di sini adalah kesedaran akal dan semangat yang membolehkan kita mempertahankan hujah-hujah kita baik di dalam keadaan kita bersemangat atau tidak. Tetapi jika kita merasakan perdebatan itu tidak sampai kemana atau kita sememangnya tidak menyukai lawan kita, maka bersetujulah dengan lawan tersebut kerana supaya kita tidak terus-menerus menyakiti hatinya, secara rahsia kita telah menang dan lawan tersebut menjadi orang bodoh.

Watak seseorang itu amat penting bagi gaya penampilan seseorang kerana seseorang anarkis memerlukan sepenuhnya akal mereka untuk bersatu dengan sesama sendiri. Fahami kata-kata Emma Goldman: “...untuk merasai dengan mendalam bersama kesemua manusia dan masih mampu menyimpan MUTU PERWATAKAN diri seseorang.” /Red Emma Speaks/ Anarkisme adalah politik dan bukan satu jalan menghabiskan masa untuk menjadi ‘eccentric’ (ganjil; berbeza, dll.) supaya di pandang orang sebagai golongan penentang yang sememangnya mencari bahaya atau di pandang sebagai berani. Anarkisme memang ‘eccentric’ tetapi ia tidak bermakna seseorang itu berhasrat menjadi ‘eccentric’ dengan memilih jalan anarkisme bermotifkan usaha menarik perhatian umum. Ini kerana ketelusan hati adalah moto penting yang semestinya ada untuk memahami dan menjadi seorang anarkis. Rasailah dengan mendalam secara bersama untuk menegakkan mutu perwatakan asli kita tanpa mempunyai sifat ingin menjadi ini, ingin menjadi itu, tanpa menolak ketelusan hati sebagai sebab untuk memiliki sesuatu yang di hasrat, terutama sekali anarkisme.

Mempertahankan mutu perwatakan seseorang itu bukanlah sesuatu yang mudah di kecapi kerana setiap manusia akan berdepan dengan bermacam-macam karenah sosial yang terlalu, jadi untuk mempertahankan mutu perwatakan tersebut membawakan kepada ketabahan kesedaran atau ‘self-conscious’ (kesedaran diri) dari tidak terlupa dari siapakah diri kita ini dan supaya kita sedar daripada mutu perwatakan kita terubah tanpa kita sendiri tidak sedar. Ini kerana setiap individu sering terlupa atau tidak bahawa perwatakan seseorang itu terubah akibat keadaan persekitaran sosial dalam bentuk pelbagai segi. Anarkisme memerlukan seseorang yang kental mempertahankan mutu perwatakan, kerana orang seperti ini memiliki kebolehan meredah sebuah revolusi di dalam evolusi.

Memang dunia sekarang yang penuh dengan manipulasi perangai dan penerimaan sosial masyarakat sedunia di selubungi sejenis hasutan tanpa sedar yang membuatkan golongan umum sedunia menidakkan revolusi atau menganggap revolusi sebagai jalan golongan kurang berpendidikan atau ‘illiterate in an intellectual sense’ (bodoh dari segi intelektual). Tetapi mereka tidak boleh menuduh sebegitu kerana sebuah revolusi itu mampu di hasilkan melalui perselindungan atau peredaran evolusi. Pertuduhan mereka itu menjadi satu ‘decoy’ (umpan) untuk kita yang terhasil secara semulajadi dalam mempertahankan proses revolusi dalam evolusi kita yang sedang atau patut di jalankan. Satu perumpamaan mengatakan MASA ITU EMAS dan dengan alam liberal yang wujud kini menjadi masa sesuai yang tidak boleh di lengahkan. Anarkisme adalah liberasi penindasan sosial dan revolusi adalah akar perkembangan Anarkisme.

Sifat Anarkis Dalam Nurani Insan

Dalam hal mana anarkisme itu berpunca, saya akan terus mengatakan bahawa ia secara semulajadi wujud di dalam sifat toleransi individu dan masyarakat kerana sejak dari dahulu hingga sekarang tindakan budi bicara itu sendiri sudah menjadi lumrah manusia. Ini dapat di lihat dalam sebarang urusan yang berlaku di mana-mana tempat. Masing-masing mempunyai nilai-nilai lumrah kemanusiaan yang sebenarnya adalah lumrah anarkisme yang mana mereka dengan sedar atau tidak telah mengimplikasikan ke dalam urusan kehidupan mereka. Kesedaran ini membawa kita kepada kata-kata Peter Kropotkin: “Anarkisme berasal dari individu-individu, dan ia akan mengekalkan daya hidupnya dan kuasa kreatif asalkan ia tetap sebagai satu pergerakan rakyat.” /Mutual Aid/

Memang tidak dapat di tolak bahawa di dalam institusi kerajaan itu sendiri wujud tindakan budi bicara ini kerana masing-masing sedar bahawa manusia itu sendiri sejenis makhluk yang memahami. Tetapi jika kita mengatakan anarkisme itu seperti binatang atau membawa kepada kehidupan jahil seperti binatang, tentu sekali mereka silap. Binatang adalah sejenis haiwan yang “territorial” (menjaga kawasan) dan untuk manusia yang sedar akan lumrah sebenarnya seorang manusia dia akan menjalankan sifat manusia yang tulennya iaitu budi bicara. Tingkat kecerdasan manusia seperti ini yang boleh di katakan membawa kepada penerimaan makhluk yang bijak dan sedar bertentangan dengan haiwan. Jadi di sini saya memaksudkan bahawa tingkat kecerdasan manusia itu akan lambat laun membawa kepada anarkisme sebagaimana anarkisme itu adalah persefahaman manusia sejati yang bukan sahaja berperasaan tetapi berakal.

Sifat anarkis in sentiasa akan kekal di dalam nurani manusia walaupun dia seorang kapitalis kerana semua adalah manusia dan manusia adalah makhluk terbijak mengatasi yang lain. Jadi kenapa ramai masih lagi menidakkan anarkisme sebagai jalan keseluruhan untuk hidup mereka? Sebahagiannya adalah propaganda kerajaan yang memburuk-burukkan maksud anarkisme itu sendiri kepada golongan massa yang membuatkan ia sesuatu prasangka umum. Ia terjadi mungkin kerana golongan massa tidak lagi melihat kerelevenan idea-idea bernas para pemikir-pemikir anarkis hasilkan dan mereka juga di rabunkan dari pengetahuan umum akan penerimaan lojik anarkisme yang mana ia menjadi satu benteng yang memisahkan pengaruh anarkis terhadap umum.

Walaubagaimanapun, secara sifat manusia dan tanpa di sedari golongan umum, mereka sendiri juga telah mengamal sifat anarkis tersebut yang mereka gunakan di dalam kehidupan harian mereka. Dan begitu juga sedikit sebanyak mereka akan sedar bahawa sifat budi bicara yang mereka lakukan setiap hari adalah sejenis sifat anarkis.

Untuk pemahaman yang mudah di fahami, manusia itu sendiri lahir sebagai anarkis yang mereka sendiri tidak menyedari bahawa di dalam diri mereka tertimbul sifat-sifat seorang anarkis. Amat tidak berasas jika mereka mengatakan perkara ini sebagai silap, kerana anarkisme itu sendiri mempertahankan toleransi sesama manusia yang mana ia sememangnya wujud.

Golongan umum akan menidakkan penerangan saya ini tetapi mereka akan memahaminya jika mereka mengetahui maksud anarkisme itu sendiri. Iaitu sebuah golongan yang mempercayai kerajaan berhierarki tidak releven dan hanya penyatuan perpaduan masyarakat tanpa sebarang sempadan.

Ketidakadilan Kapitalisme

Pengenalan erti anarkisme juga bererti memperjuangkan sesuatu demi kebaikan kesamarataan dan perpaduan semua yang bermakna harus aktif dalam apa juga segi pembangkangan terhadap penindasan individu, sosial dan ekonomik. Ia terjadi dari pelbagai aspek politik yang menjadi punca terjadinya peninsdasan ini.

Penindasan seperti ini yang menghasilkan pelbagai jenis pergerakan yang ada di dalam dunia anarkis sekarang yang saya impikan akan berkembang di negara Malaysia ini.

Individu akan di tindas di dalam kes berdepan dengan penguasa, baik mereka dalam bentuk badan kerajaan atau swasta yang mana apabila ia merebak kepada yang lain timbul pula penindasan sosial yang harus di tentang sekerasnya supaya ia kemudian tidak menjejas sudut ekonomi sebagai satu penindasan menyeluruh.

Pergerakan itu penting sama ada ia di dalam bentuk terang atau tidak bermotokan penentangan terhadap penguasa sebarang rejim kapitalis yang sememangnya hanya berkehendak mengikis tenaga dan hasil titik peluh buruh yang sememangnya menjadi hamba paksaan dengan memiliki gaji yang tidak sesuai dengan usaha yang di lakukan. Seorang manusia yang bijak tidak senang tertipu dengan upah yang tidak sepadan, tetapi seorang manusia senang tertunduk hanya kerana memikirkan kebajikan diri dan keluarga. Jadi maksud saya di sini adalah kita terpaksa menerima hakikat pemaksaan diri yang di kenakan terhadap kita untuk bekerja walaupun kita suka atau tidak kerana itulah punca untuk menyara hidup, dan di keikhlasan kita itu timbul pula segolongan “Aristocrat” (Kapitalis) yang mengeksploitasi dan memanipulasi kejujuran kita.

Golongan kapitalis ini hanyalah ular yang memetok kita dengan mengeluarkan sejenis bisa yang melemahkan tenaga kita, dan ia hanya memberi kita “vacsin” (penahan) supaya kita terus menerus mengharapkannya. Sungguh kejam seklali implikasi dunia kapitalis ini, ia membuat saya marah sehingga ingin sahaja saya membelasah mereka. Yang membingungkan saya adalah kesepian suara dari golongan massa yang seolah-olah telah di cuci otak mereka dan di ugut dengan undang-undang supaya menerima dengan bulat-bulat ketidak adilan ini.

Maksud saya juga tidaklah supaya kita tidak bekerja tetapi pembahagian gaji yang memadai dan memuaskan untuk pekerja demi menyesuaikan tenaga buruh fizikal dan mental, bukan lembaga pengarah sesebuah syarikat itu mengambil kutipan untung 60% dan kesemua pekerja mereka menerima pembahagian dari baki 40%, yang mana 40% itu di pecahkan kepada banyak peratusan untuk semua pekerja (andaian kasar). Semua orang inginkan kelebihan, tetapi ia tidak bererti kelebihan itu di capai dengan menipu dan menyedut kesusahan orang lain.

Saya berjanji, jika terjadi sebuah revolusi anarkis, saya akan memberi sedikit tunjuk ajar terhadap golongan kapitalis ini, supaya ia menjadi sejarah yang tidak dapat di lupakan oleh golongan kapitalis yang seterusnya. Amati janji saya ini!

Kolektivisme

Suatu sistem yang masih kurang di praktikkan adalah kolektivisme yang membolehkan niat-niat sesebuah kelompok anarkis menjadi kenyataan. Ini mungkin kerana masih ada yang kurang berupaya untuk mengguna sistem ini di sebab rasa kurang penyatuan. Malah hanya segelintir sahaja yang minat dan berhasil melakukannya dari sifat perpaduan yang wujud di kalangan mereka. Ini kerana kurangnya penggalakkan terhadap mereka hingga menyebabkan ianya tidak di gunakan.

Walaubagaimanapun, saya mempunyai pandangan tersendiri mengenai erti kolektivisme ini. Saya amat memegang kepada kesimpulan bahawa kolektivisme itu sejenis sistem yang di hasilkan melalui kerjasama kapital dan buruh untuk menghasilkan benda-benda yang boleh di jadikan keperluan harian (makanan) dan material. Ia sedikit sebanyak berkelihatan seperti sosialisme atau komunisme dari segi unsur kesamarataan yang ada di dalamnya. Tetapi sosialisme boleh di katakan mempunyai persamaan yang mana sistem kolektivisme ini berunsurkan, tetapi jauh berbeza dari komunisme kerana ia berunsurkan sebuah badan berkuasa yang menjadi dalang menentukan kesamarataan kepada semua, dan komunisme bersifat paksaan dengan menggunakan kuasa. Namun komunisme mempunyai hierarki di mana golongan pemerintah hidup melebihi golongan rakyat. Kekurangan di dalam komunisme ini berpuncakan rombakan idea Karl Marx yang di tokok tambah dengan penguasa sesebuah revolusi komunis itu tersendiri. Dari sudut positif saya menyokong doktrin komunisme kerana kesedaran demi kebaikan massa itu sentiasa ada di dalam hati seseorang anarkis.

Dalam hal kolektivisme kapital. Ia bererti segolongan itu menghasilkan sesuatu dengan pengeluaran modal dari setiap individu yang terbabit secara sama rata yang mana hasil dari usaha wang modal itu akan di beri pula kepada semua terbabit yang mengeluarkan modal. Jika kita pandang ke sudut pulangan untung di dalam kolektivisme kapital ini, kita akan mendapati untung kita itu lebih berganda jika di bandingkan bekerja dengan sebarang syarikat swasta atau kerajaan. Implikasinya tidak lebih akan menggembirakan kita kerana pulangan yang memuaskan. Kolektivisme kapital tidak akan terhasil tanpa kerjasama kolektivisme buruh.

Dari sudut keuntungan lumayan yang saya maksudkan di dalam kolektivisme kapital membawakan kepada kolektivisme buruh. Kita tidak boleh mengharapkan pengeluaran modal sama rata sahaja untuk pulangan lumayan kerana jika kita mengharapkan pemberian upah kepada pekerja bermakna itu tidak bermakna untuk kepuasan. Di sinilah kita mengambil kolektivisme buruh sebagai sistem kedua di mana setiap individu pengeluar modal terbabit akan mengusahakan keperluan harian atau material yang di perlukan ramai. Dan secara keseluruhan impian masyarakat anarkis itu akan menjadi relatif dengan motif masing-masing.

Saya bukan ingin bersifat kapitalis di sini, tetapi saya cuba untuk menyesuaikan pendapat saya kepada dunia kapitalis yang secara dominan menguasai persekitaran dunia kita. Penyesuaian ini membawa kepada lojik penerimaan keadaan sebelum tibanya revolusi yang di nanti-nanti.

Secara jujurnya saya amat mengharapkan kita semua dapat menjalankan kolektivisme di dalam diri kita dan di dalam pergaulan kita lebih menjangkaui masayarakat umum yang memandang rendah dan negatif terhadap para anarkis seperti kita.

Fundamentalisme Menindas

Bagi saya tiada erti fundamentalisme di dalam diri seseorang anarkis itu kerana sebarang bentuk pemahaman fundamentalis itu berunsurkan fasisme. Setiap fundamentalis adalah penguasa yang terlampau menguatkan penguasaan dengan ajaran kuku besinya. Golongan fundamentalis ini apabila memiliki kuasa mereka akan mula menindas golongan mereka, walaupun dengan perasaan kesetiaan golongan mereka, yang mana golongan mereka sendiri menganggap penindasan terhadap mereka adalah suatu kebenaran ke atas kesilapan. Golongan fundamentalis akan cuba sedaya upaya untuk menidakkan kelainan ajaran golongan lain atas dasar mempurifikasikan kebenaran mereka. Saya berterus terang menyampaikan bahawa golongan fundamentalis tidak mempunyai sifat belas kasihan terhadap golongan lain walaupun terhadap golongan mereka sendiri. Mereka sejenis imperialis yang berdiri hanya untuk mengognkong kebebasan massa. Secara amnya, kita sendiri dapat melihat persekitaran kita di mana dominasi undang-undang yang wujud berselindungkan tujuan fundamentalisme, yang mana ia bergerak secara kasar dan halus. Mereka mempunyai pelbagai tujuan yang umumnya menghapuskan perpaduan kesamarataan rakyat yang mana ia menjadi beban kepada anarkisme sendiri. Golongan fundamentalis mengutamakan keterasan ajaran di mana ia menjadi kekerasan kepada yang lain.

Erti fundamental boleh di gunakan di dalam anarkisme tetapi ia tidak boleh mendekati maksud yang membawa kepada fundamentalisme, kerana fundamentalisme walaupun kelihatan jujur dan baik menyimpan semacam perasaan ingin menyeksa terhadap mereka yang lain dari mereka. Lagi sekali saya ungkapkan bahawa fundamentalisme adalah fasisme, yang berniatkan dominasi penguasaan mutlak. Sebarang usaha untuk menghancurkan fundamentalisme tidak akan berhasil jika golongan fundamentalis ini sudah memegang kuasa. Jika mereka memiliki kuasa, segala maksud untuk menentang dan menyekat apa yang mereka anggap membangkangi mereka akan di laksanakan. Setiap fundamentalis adalah fasis yang tidak di namakan fasis. Kekerasan mereka mengalahkan fasisme itu sendiri.

Sebarang usaha untuk menjauhkan diri dari golongan fundamentalis ini amatlah di nasihatkan sebelum di cuci otak utnuk menerima kebenaran ajaran mereka walaupun terpaksa menyeksa diri dari penyeksaan yang akan di lakukan oleh golongan fundamentalis ini. Mereka umpama kucing yang suka menyeksa haiwan yang lebih kecil daripadanya.

Saya tidak perlu menghuraikan kezaliman mereka melainkan jika anda sendiri ingin menyaksi dan mengetahui betapa zalimnya mereka, pergilah ke negara yang mengamalkan fahaman ini.

Jika kita mengungkapkan kata-kata atau slogan “Musnahkan Fundamentalisme,” ia tidak akan membawa kita ke mana-mana kerana mereka lebih tertubuh lengkap dengan strategi-strategi warna-warni untuk menentang sesiapa yang mereka rasa bahaya terhadap mereka.


Di Malaysia ini, golongan fundamentalis telah lama menjadi dalang dalam kerajaan untuk melaksanakan undang-undang yang sesuai dengan kehendak mereka dan kerajaan. Mereka sejenis masyarakat yang tidak mahu mengalah walaupun mereka rasa mereka sedikit lemah. Ia kerana ajaran mereka telah menjadi darah kotor mereka.

Satu sahaja cara atau strategi yang sesuai untuk menjatuhkan mereka adalah proses revolusi dalam evolusi, yang mana kita mempengaruhi umum dengan penuh penelitian rapi agar mereka tidak boleh mencari alasan untuk menjatuhkan kita. Biarlah bergerak seperti kura-kura, asalkan si arnab yang bongkak dapat di tewaskan.

Karangan Dan Falsafah

Seorang anarkis yang berminat akan mempunyai sifat berfalsafah, di mana dia suka berdialog dan menghasilkan komentar dan pendapat ke dalam buku. Ini adalah sesuatu yang amat di harapkan dalam sebuah pergerakan anarkis. Ia tidak bererti orang yang tertentu sahaja yang berhak bersuara atau di iktiraf untuk melahirkan buku itu, tetapi semua yang memiliki kemampuan sama rata

Dari satu sudut, memang am bahawa golongan massa itu tidak akan menerima idea dari orang yang mereka tafsir tidak memiliki kredibiliti. Untuk penghuraian ini membawakan saya kepada kemampuan pengalaman dan pengetahuan yang di miliki oleh seseorang anarkis itu untuk mengeluarkan pendapatnya, bukan dari pengesahan sijil atau sebagainya. Kerana kita tidak boleh menentukan isi kandung buku itu dengan rupa kulitnya. Jika sikap membahagi-bahagikan status seseorang itu di terima, ia tidak melambangkan sifat kesamarataan tulen yang wujud dari erti anarkisme itu sendiri. Hukum kasta baik ianya dari segi kasar atau halus tidak wujud dari erti anarkisme itu sendiri, tetapi kesamarataan yang di sesuaikan dengan kebolehan masing-masing secara terperinci.

Hal ini saya umpamakan sebagai proses pembangunan sebuah bangunan tinggi yang mana golongan anarkis berkredibiliti menjadi rangka dengan golongan massa menjadi batu-batu, simen dan konkrit. Setiap mempunyai posisi masing-masing supaya yang berlawanan akan meneutralkan perbezaan antaranya.

Walaupun manusia itu di lahirkan dengan kebolehan yang berbeza tidak bermakna seseorang itu berhak mempunyai kedudukan yang boleh di banggakan supaya di hormat.

Kemampuan mengarang yang ada membolehkan seseorang menyebar pendapatnya kepada yang lain. Pendapat yang melibatkan keaktifan seseorang dalam proses anarkis itu sendiri. Ini membawa kepada perkongsian maklumat berbeza tetapi selari.

Jika kita memandang kepada pergerakan “Anarcho-Punk,” kita akan menjumpai unsur-unsur proses perkongsian maklumat dan penyebaran idea yang mana ia kekal sebagai unsur pergerakan. Konteks mereka berbeza di mana mereka yang berkredibiliti dan tidak, mempunyai hak untuk mengutarakan sebarang idea.

Muzik dan majalah di jadikan punca penyebaran komentar ketidakadilan sistem semasa dan penindasan sosial. Cara-cara ini sesuai bagi proses kesamarataan yang di ingini anarkisme itu sendiri, dan ia sejenis tindakan yang boleh di gelar ‘eccentric.’ Keadaan ‘eccentric’ ini yang meunikkan lagi pergerakan yang kelihatan kental lembam memberanikan.

Seperti semua pergerakan anarkis. Ia adalah penentangan penindasan dalam apa juga aspek kehidupan yang mana setiap anarkis menentang sepenuhnya. Sepenuhnya ia membawa kita kepada keupayaan untuk mematikan penindasan. Penindasan yang berpunca dari kuasa-kuasa ‘authoritarian’ yang wujud dalam suasana kehidupan setiap manusia.

Penentangan ini membawa kepada dasar anarkisme itu sendiri untuk penyesuaian lanjut.


Asas Anarkisme

Motif utama anarkisme dalam penghapusan penindasan sosial adalah dengan maksud anarkisme itu sendiri, iaitu penghapusan sistem pemerintahan yang bersifat hierarki supaya tiada siapa dapat menindas antara yang lain dengan kuasa yang di miliki. Kata-kata Bakunin akan di jadikan contoh di sini: “Mahukah engkau menyukarkan bagi sesiapapun untuk menindas sesama manusia? Jadi pastikan tiada sesiapa akan memiliki kuasa.” /The Political Philosophy of Bakunin: Scientific Anarchism/ Tetapi dari sudut rasional, sebarang institusi-institusi anarkis itu tetap wujud unsur-unsur hierarki atau keketuaan tetapi ianya berpunca ke arah perwakilan sebagai pengganti keketuaan. Kesamarataan di jadikan asas penyatuan anarkis dan ia memberi satu faedah kepada semua yang ada di dalam anarkisme. Dan sedikit sebanyak anarkisme itu mempunyai persamaan dengan sosialisme yang mempunyai unsur-unsur libertarian. Sejenis persefahaman yang amat jauh dari sosialisme berhierarki yang mana kebanyakan negara-negara komunis mengimplikasikan ke dalam doktrin mereka. Bagi anarkisme, sosialisme lebih membawa kepada penyatuan rakyat bersama kebebasan kehendak dan hak di dalam persefahaman bersama.

Di sini, saya berpegang bahawa anarkisme itu sendiri membawa kepada satu maksud dasar yang menjadi asas doktrin anarkis itu sendiri. Anarkisme adalah teori politik dan sosio-ekonomik yang sejak dahulu lagi di jadikan benteng para pejuangnya. Ini tertakrif di dalam pemahaman setiap anarkis.

Di dalam buku ini sahaja saya mengutarakan sebuah teori politik yang saya sendiri bayangkan (sila lihat topik “Sistem Communivote”). Anda sebagai seorang anarkis juga berhak mengutarakan pendapat mengenai sebarang teori politik yang anda rasa bernas kerana anarkisme itu sendiri satu badan memperluaskan pemikiran yang juga terjadi di dalam bentuk kesamarataan.

Dan teori sosio-ekonomik juga lebih kepada penekanan terhadap kehidupan sosial di mana ini adalah punca utama sebab anarkisme itu wujud. Dengan idea-idea kemajuan sosio-ekonomik itu sendiri dapat menyelesaikan kebahagiaan dan pembangunan penduduk tanpa penindasan dari mana-mana badan kerajaan dan swasta.

Namun untuk memahami anarkisme itu sendiri memerlukan pemahaman dari penulisan-penulisan anarkis yang boleh memberi pengetahuan mendalam kepada kita.

Maafkan saya jika di dalam topik ini saya lebih menekankan aspek sosio-psikologi kerana saya rasa ia sesuai dengan apa yang saya ingin luahkan di dalam minda anda dan kerana ia lebih kepada persekitaran dan norma seorang anarkis itu sendiri. Dan maafkan saya kerana tidak lebih mempertikaikan pendidikan asas untuk mereka yang baru hendak memilih anarkisme.

Origin
Mark David



do it yourself

by anonymous

< < D.I.Y > >

“Etos yang menggerakan segala hal yang berlaku dalam Punk adalah etos DIY-Do It Yourself. Kami tidak perlu menggantungkan diri pada bisnis orang kaya hanya untuk mengorganisasikan kesenangan kami ini demi keuntungan mereka, kita dapat melakukannya sendiri tanpa harus dibebani oleh orientasi mencari profit. Kami anak Punk dapat membuat gig, merekam demo tape, membentuk label rekaman, menerbitkan buku dan fanzine, mengelola distribusi mail-order untuk produk kami sendiri, menyebarluaskan literatur, menganjurkan pemboikotan, mengelola toko kaset dan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik. Kami lakukan semua hal tersebut dengan baik dan seksama. Bisakah budaya tandingan anak-anak muda lain di era 80 dan 90-an menuntut hal yang sama ?” (Joel PE #11/12, Autumn 1991, 10)
Contoh terbaik dari praktek bisnis yang berlangsung dalam gerakan Punk dapat dilihat pada sisi musikalnya. Punk Rock memang berbeda dengan jenis Rock ‘n Roll standar, tak hanya pada sound, isi lirik dan penampilan, tetapi juga cara band-band tersebut melakukan bisnis dan berinteraksi dengan para audiens-nya. Hanya sedikit saja yang mendukung “rockstars” pada gerakan tersebut dan band-band yang mengharapkan sejumlah besar uang dari hasil manggung atau dari hasil album rekaman mereka pasti akan secara bertubi-tubi menerima ekspos dan kritikan. Ini berhubungan kembali pada masa-masa awal Punk, ketika ada segelintir orang di gerakan ini dan memiliki ide untuk mencetak banyak uang dari musik ini yang mana adalah sebuah hal yang menggelikan. Pemain band tidak ada bedanya dengan penonton, baik dari segi keyakinan maupun keterampilan memainkan instrumennya. Grup-grup Punk Rock malah “mendesak anak-anak yang lainnya untuk membentuk grup band sendiri sekedar untuk menghancurkan konsep tradisional yang memisahkan antara bintang rock dengan para penontonnya. Semua orang bisa menjadi ‘bintang’ atau malah tidak sama sekali !” (David, Pop and Politics Do Mix!, April 1991, 13). Yang semua orang harus miliki adalah seperangkat instrumen band dan keinginan yang kuat untuk membentuk sebuah band punk.
Band-band Punk secara tradisional saling membantu dan mendukung sesamanya untuk menggelar konser di berbagai kota, membuat tur, merilis album rekaman sendiri dan sebagainya. Hanya ada sedikit kasus saja yang sengaja membuat persaingan (kompetisi) diantara sebegitu banyak jumlah band yang memang dikenal “sell-out” dengan orientasi meraih penonton lebih besar dan meraup profit lebih banyak. Band-band Punk hanya ingin bermain dengan semua orang yang memiliki pemahaman sama dengan mereka serta amat menghargai kerjasama dan menjauhi semangat kompetisi yang memang dominan di dalam industri musik. Band Punk asal Belanda The Ex memberikan sebuah indikasi yang tipikal dalam berbagai penampilan mereka, yang mana “tidak ada percekcokan tentang ‘band utama’ atau ‘band pendukung’ karena memang semua band sama pentingnya. Saling membantu sesama dalam hal peminjaman instrumen band, dan juga dalam pembagian uang yang adil. Ini memang kedengarannya sangat mudah dan sederhana, namun dalam kultur rock yang konvensional hal tersebut pasti akan terkesan tidak biasa. Itu alasannya mengapa kita membenci ‘rock stars’, khususnya mereka yang dengan bangganya menyandang predikat ‘alternatif’” (The Ex, Threat By Example, 72).
Para bintang-bintang rock alternatif ini adalah band-band atau pemain band yang pada suatu ketika memiliki semangat yang sama dengan Punk atau bahkan juga pernah menjadi bagian dari Punk. Kejahatan mereka biasanya adalah sering berpindah-pindah dari label rekaman kecil (indie label) kemudian gabung dengan label korporat yang lebih besar (CBS, EMI, EPIC, dsb.) untuk mendapatkan lebih banyak uang atau fans. Banyak dari band-band ini yang berpikir bahwa pada akhirannya (setelah merangkul audiens lebih luas) dapat membenarkan makna (menjadi bagian dari major label). Pemahaman seperti inilah yang kemudian sering ditolak bahkan dihujat.
“Saya sudah amat sering mendengar band-band pemberontak mencari pembenaran atas keikutsertaan mereka dalam bisnis label besar dengan alasan ‘kita coba menjangkau banyak orang’. Saya malah tertarik untuk menelusuri lebih jauh siapa sebenarnya orang-orang yang mereka maksud tersebut. Menyulap pemberontakan demi uang sebenarnya malah akan menciutkan isi dari pesan-pesan yang mereka sampaikan, yang mana menurut saya mereka malah tidak pernah menyampaikan pesan apa pun juga. Paling tidak para bintang-bintang yang menjajakan omong kosong itu akan segera ketahuan belangnya, bahwa mereka sebenarnya melakukan itu hanya demi uang. Bedanya, dalam orientasi profit itu mereka menggunakan kedok-kedok politik. Saya kemudian seperti merasa ditipu dari dua arah.” (Chumbawamba, Threat By Example, 31).
Dapatkah sebuah band benar-benar mempertahankan keradikalan, sikap politik non-kompromi mereka, ketika bekerja untuk major label yang mana bisnis utamanya memang adalah menjual album rekaman sebanyak-banyaknya kepada publik luas ? Sekalipun sebuah band politik bisa bersikap cuek saja pada kolega mereka- major label, padahal dalam kenyataannya label-label besar tersebut telah banyak menanamkan modal mereka dalam bisnis ini (EMI Records merajai ‘bisnis punk’ ini saat pertama kali Punk diletupkan di Inggris ), maka tentu saja akan tetap ada pemberlakuan sensor terhadap berbagai pesan-pesan yang dianggap membahayakan atau mengancam kelancaran penjualan album-album mereka. Major label mana yang ingin merugi ?
“Artis-artis yang memiliki komitmen perlawanan politik akan selalu berada dalam posisi yang berbahaya dalam masyarakat kapitalis, kecuali jika ia memiliki komitmen berbeda kepada sistem atau dalam hal ini demi kesuksesan karirnya. Diatas semua itu, tetap saja para penulis lagu dan penyanyi yang sejatinya ingin memanfaatkan penyebarluasan pesan via media yang dimiliki oleh industri musik komersial pasti akan mendapatkan problema yang bakal jauh lebih besar dibandingkan yang lainnya. Industri musik ingin mencetak banyak uang melalui retorika-retorika radikal, namun ketika radikalisme itu telah melampaui batas dan telah menjadi komitmen politik, sebuah problem gawat tentu akan mengancam EMI, BBC dan IPC” (Dave Harker seperti dikutip dari Pop and Politics Do Mix!, 11).
Banyak band-band Punk orisinil di pertengahan tahun 70-an kemudian menandatangani kontrak dan dieksploitasi oleh label-label mayor. Inilah yang selanjutnya memicu semangat generasi pertama anarkis Inggris dan Punk dari California kemudian memutuskan untuk merilis sendiri rekaman-rekaman musik mereka. Dengan cara ini mereka dapat menetukan sendiri harga album mereka, menulis lirik sendiri dan memainkan musik mereka tanpa harus mendapat ancaman untuk menjadi kompromistis.“Gelombang pertama anarkis inilah yang mempolitisasi Punk Rock dan menempatkan semua major label dan segala hal yang berhubungan dengan kemapanan industri musik sebagai hal yang menjijikan. Mereka menolak tunduk dalam permainan industri musik. Band-band ini tetap teguh berpegang pada idealisme orisinil Punk yang independen dan selalu anti-kemapanan” (ibid, 13).
Adalah hal yang penting untuk memahami bahwa dahulu Punk sebenarnya tidak memiliki audiens yang besar di Amerika Utara, sukses beberapa band Inggris (terutama Sex Pistols dan The Clash) telah membuat banyak major label tertarik untuk menjaring kontrak dengan sebanyak mungkin band-band Punk “pemberontak” guna melakukan kapitalisasi pada trend Punk ini. Banyak band-band Inggris termasuk pula Crass dan Conflict yang ditawari kontrak besar oleh EMI. Band-band ini menolak untuk berkompromi. “Musik dan keyakinan politik mereka bermakna jauh lebih besar dari sekedar uang. Mereka tidak berada dalam bisnis yang memasarkan pemberontakan mereka secara besar-besaran untuk dikonsumsi secara massal.” (ibid, 15). Satu pengecualian ada pada band anarkis Punk yang mengubah musiknya menjadi band disko radikal yaitu, Chumbawamba yang belum lama ini menjalin kontrak dengan sebuah major label guna merilis album terbaru mereka dan mungkin juga memiliki hak untuk rilisan-rilisan lama mereka. Hanya waktu yang dapat membuktikan apakah mereka akan tetap memilih sisi radikal atau malah jatuh ke dalam lembah musik dansa yang monoton.
Dengan bekerja bagi major label dan memberikan sepenuhnya hak kepada mereka untuk memasarkan lagu-lagu band, art work, lirik dan imej maka sebuah band telah menempatkan sukses komersial mereka diatas kreatifitas beserta pesan-pesannya. Sejak penerbitan buku ini di tahun 1992, Chumbawamba telah menjalin kontrak dengan EMI, sensor dilakukan terhadap lirik lagu dan mereka bahkan telah mengizinkan label secara mutlak untuk melakukan segala hal yang positif bagi kesuksesan komersial mereka jauh diatas segala pesan-pesan politik mereka. Bagi mereka yang menyebut Chumbawamba telah “sold out” (melacurkan diri), kalian sama sekali benar. Chumbawamba telah bosan menjadi sebuah band Punk seperti yang awalnya mereka lakukan, dan mereka telah membuat banyak kontradiksi terhadap berbagai hal yang dulu pernah mereka suarakan sebagai politik musik independen. Apa yang telah Chumbawamba dapatkan kini dengan melacurkan diri adalah demi sebuah kesempatan agar dapat hidup nyaman sebagai musisi dan memberikan donasi sebanyak-banyaknya dalam berbagai gerakan/aktivitas politik radikal. Mereduksi pesan-pesan dan merendahkan kontradiksi, dalam hal ini mereka mungkin menganggap telah melakukan lebih banyak hal, daripada sekedar segala kritikan-kritikan yang pernah mereka suarakan demi kemajuan politik anarkis. Untungnya, Chumbawamba masih tetap memberikan dukungan dan tetap menjadi bagian dari komunitas politik radikal, walaupun mereka kini selalu berada dalam posisi ‘target serangan’ dari kawan-kawan mereka yang revolusioner. Untuk kaum puritan dari gerakan perang kelas (class war movement) dan mereka yang ingin membaca sebuah kritik sehat bagi Chumbawamba beserta selubung politiknya, dapat melihat sebuah pamflet yang berjudul “Educating Who About What”. Pamflet tersebut merupakan sebuah kritikan pedas atas kenyataan yang terjadi dan amat layak ditujukan bagi Chumbawamba beserta para pengikutnya.
Hingga saat ini beberapa band Amerika telah menjadi ‘target operasi’ major label, dan sebagai tandingannya ada ribuan indie label kini beroperasi disana. Sebagai tambahan bagi label underground DIY, banyak diantara label “independen” ini menjadi kaki tangan major label serta memiliki tujuan memproduksi musik “alternative” untuk menyuplai kebutuhan radio kampus dan banyak stasiun radio moderen rock disana. Dengan menggunakan taktik label “independen” dan mendesak mereka untuk menandatangani kontrak dengan band-band Punk dan alternatif yang besar, major label mencoba untuk melakukan kapitalisasi pada kedua-duanya, band-band yang independen beserta para pendengarnya. Terlepas dari berbagai label “independen” ini, kini telah banyak band yang rela membanting stir total untuk bergabung dengan major label. Ini semua hadir dengan segala promosi dan produksi plastik yang sejalan dengan aksi mainstream.
Green Day, Bad Religion, Rancid, Jawbreaker, berbagai band ”grunge”, Offspring, Helmet dan yang lainnya, telah membuat musik Punk yang ngebut dengan riff-riff-nya yang bertenaga itu tersaji bagi konsumsi massa melalui pemutaran di radio-radio dan juga di tempat-tempat konser yang besar dan luas. Karakter sound mereka jika kita dengar bahkan mempengaruhi pula band pop mainstream baru yang pada awalnya sama sekali tidak memiliki keinginan, memahami akar musik serta sejarah dari band-band Punk yang disebut tadi. Ketika trend ini membuat seni mendengarkan radio menjadi lebih menyenangkan ketika kita harus berhadapan dengan tape yang rusak, saya tetap saja tidak merasa bahwa orang-orang yang mendengarkan jenis musik “baru” ini (yang sebenarnya malah tidak baru, karena sebagian besar band tadi memiliki berbagai rilisan underground dan sejarah yang amat panjang) memiliki gelagat untuk memahami konsep radikal band-band tersebut beserta sejarahnya.
Namun, tetap saja ada juga band-band yang masih setia mempertahankan diri di bawah tanah, benar-benar independen dalam metode rekaman, merilis album dan tur keliling. Contoh paling terkenal dari band yang menopang idealisme dan sikap kemandirian sementara tetap menjual semakin banyak album rekaman adalah sebuah band dari Washington D.C. yang bernama Fugazi. “Fugazi merupakan sebuah serangan yang bagi rock and roll tradisional dalam tradisi Punk terbaiknya. Revolusi Punk meletus dalam kondisi paling menyedihkan dari kerajaan rock ‘n roll. Gambarannya gampangnya begini, rock telah menjadi sebuah Bisnis Besar, kapitalisme korporat tengah beraksi disini, melonjak drastis bersama tingkat konsumerisme yang mengerikan. Sebuah ironi bagi sayap kiri ketika para penampil yang anti-korporasi macam Billy Bragg, The Clash, Midnight Oil atau mereka yang selalu mengkritisi dominasi korporat dari dunia kita, padahal sementara waktu mereka sendiri ternyata malah ikut bekerjasama dengan perusahaan mega-korporasi guna memproduksi, mendistribusikan dan menjual album-album rekaman mereka. Hal mana yang tak akan kita temukan pada Fugazi. Mereka telah menolak mentah-mentah sejumlah tawaran dari major label dan tidak pernah mau mengambil kesempatan untuk menjual diri mereka pada ketamakan label korporat. Selain di klub kecil mereka hanya manggung di basement gereja, SMU-SMU, pusat kegiatan komunitas dan bahkan di Penjara Lorton. Tak satu pun konser mereka di AS memiliki harga tiket lebih dari enam dollar AS dan konser mereka pun selalu terbuka untuk segala umur-tak pernah terdengar di dunia musik rock, tiket konser band sepopuler Fugazi dihargai 15 dollar AS atau lebih yang biasanya banyak band hanya manggung di bar-bar yang dibatasi usia penontonnya antara umur 18-21” (Mark Andersen, Washington Peace Letter, Nov.1991, 8).
Fugazi memang bukanlah band yang pertama kali melakukan hal seperti itu secara sendirian. Hanya sedikit saja band Punk yang memiliki manajer dan itu pun amat jarang. Bahkan kontrak rekaman atau manggung pun tidak pernah benar-benar ada. Album rekaman dijual lebih murah dibandingkan dengan harga standar dan hanya tersedia jika langsung membelinya dari band atau hanya sedikit saja toko kaset yang menjual album mereka. Band anarkis paling berpengaruh yang pertama kali menjual dengan harga murah album rekaman mereka mungkin Crass, yang selalu menempatkan profit untuk keperluan membantu band-band lain yang ingin rekaman. “Crass menjalankan sendiri band mereka dengan hanya secukupnya saja mengorganisasikan tur, album rekaman dan distribusi album. Perhatian mereka pada tingkat penjualan album hanya difokuskan untuk sekedar mencari biaya bagi kebutuhan hidup sehari-hari, tanpa pernah berniat mencetak hits top 40 atau manggung di sebuah stadion besar” (Pop and Politics Do Mix!, 14).
Wajib dicatat, bahwa hampir tak pernah ada band-band Punk yang ingin menggenjot tingkat pendapatan mereka, yang mana gagasan untuk mencetak banyak uang dari Punk (tanpa mengeksploitasinya) adalah tidak populer sama sekali atau dengan kata lain, ide yang amat sulit diterapkan. Ini tentu saja berbeda dengan problem sekarang, dimana ada seseorang yang ingin membuka toko kaset atau klub musik yang memang hanya mendasarkan pemasukannya pada musik Punk. Penonton yang lebih sedikit, harga tiket dan album rekaman murah yang dikelola oleh anak-anak Punk tentu saja tidak dapat berlanjut terus menerus karena tidak akan mampu menutupi anggaran bagi penyelenggaraan proyek yang membutuhkan banyak biaya dan semakin mahal. Oleh karena itulah kebanyakan toko kaset dan klub musik Punk tidak mampu bertahan lama sekalipun ia berada di daerah yang banyak anak Punk-nya.
“Perbandingan yang menarik terhadap Punk Rock adalah bisnis besar industri musik. Kalian tidak akan menemukan fans rock ‘n roll mengelola bisnis musik mereka, yang akan kalian temukan hanya orang-orang bisnis yang melakukannya untuk mencetak banyak uang dalam jumlah yang besar. Punk tidak dikelola oleh agen-agen komersial, manajer, produser dan para pemilik modal serta tidak terdorong untuk terjun ke bisnis besar. Jika orang terjun ke dunia Punk untuk mencetak jutaan uang, maka mereka sudah sepantasnya segera hengkang dari Punk Rock karena terus terang saja mereka tak akan bisa kaya raya dari sini. Kamu lihat sendiri ribuan band, label, zine dan promotor adalah orang-orang yang memang datang dan bergabung dengan Punk Rock karena mereka menikmati musiknya, filosofinya dan gagasan-gagasannya. Dunia Punk adalah jelas-jelas miliknya kaum akar rumput (grass roots)” (Chris BCT-pemilik sebuah label rekaman independen, Threat By Example, 44)
Ini bukan berarti sebuah keniscayaan untuk dapat sukses dalam binis Punk, tetapi memang jelas hampir tidak mungkin mencapainya. Dengan bantuan Maximum Rock ,N Roll, toko kaset Epicenter di San Francisco telah beroperasi kurang lebih tujuh tahun hingga sekarang. Epicenter merupakan sebuah toko kaset yang amat besar dan mungkin memiliki koleksi album Punk dan fanzine paling lengkap di dunia. Epicenter merupakan toko yang amat mengesankan dan juga berfungsi sebagai sentral komunikasi anak-anak Punk dan kadangkala diluar komunitas itu pula. “Epicenter dibuka bukan untuk orientasi profit dan hampir semua sukarelawan yang mengelolanya tidak dengan mudahnya memposisikan musik Punk sebagai sebagai sebuah produk yang diperjualbelikan tetapi lebih kepada Punk sebagai kenyataan hidup” (MRR #101, Oct. 1991). Album-album rekaman yang dijual sangat murah dan bahkan sebagian besar sukarelawannya sepakat-sepakat saja jika tokonya dibuka setiap hari. Epicenter telah memberikan kontribusi yang besar dalam menempatkan kata Punks beserta gagasannya dalam aksi yang nyata. Ada juga tempat-tempat serupa yang dibuka dan kemudian tutup silih berganti di seluruh AS yang cukup sulit kini diketahui statusnya.
Klub yang dikelola oleh anak-anak Punk jumlahnya cukup banyak walaupun sebenarnya amat sulit dalam pengelolaannya. Juga dibantu oleh MRR adalah sebuah klub yang berlokasi di Berkeley dan lebih dikenal sebagai Gilman Street clubhouse. Klub ini hingga saat ini telah dibuka sepanjang 12 tahun dan selalu menyelenggarakan konser bagi segala umur di setiap minggunya. Aspek yang unik dari klub ini adalah kebijakan bagi anggotanya. Jika system keanggotaan yang biasanya selalu erat imejnya dengan eksklusivitas dan diskriminasi, kalau mereka ini tidak seperti itu. “Siapa pun dapat bergabung dengan hanya dikenai biaya 2 dollar AS dan sekaligus menyatakan komitmennya untuk mendukung suasana yang bebas kerusuhan, lingkungan yang bebas vandalisme. Karena potensi digrebeknya yang tinggi, maka minuman beralkohol tidak ada yang diperbolehkan dijual atau dibawa ke dalam ruangan.” (MRR #42, Nov. 1986).

Sementara klub-klub yang lain (bar) di areal tersebut menampilkan band-band Punk, Gilman adalah satu-satunya klub yang membuka pintunya bagi segala umur dan dikelola secara non-profit. Semua pertunjukkan hanya dikenai biaya tiket 6 dollar AS atau malah kurang dari segitu. Band-band yang yang manggung disana juga banyak berdatangan dari berbagai penjuru dunia. Sukarelawan yang menjalankan tempat tersebut telah banyak berganti, dan banyak kini orang yang merasakan bahwa klub tersebut saat ini tak ubahnya “sebuah klub musik biasa saja.” Semenjak klub tersebut kehilangan banyak semangat orisinil dan unsur-unsur menariknya, Gilman Street tetap mengingatkan kita sebagai satu-satunya klub musik yang dikelola oleh para sukarelawan Punk, dan karena hal tersebutlah Gilman Street layak dikenang. Klub-klub musik yang lain di Inggris (the 1 in 12), New York City (ABC No Rio), Dallas (Slipped Disk) dan Harrisburg (the Core) telah berupaya untuk mengikuti kesuksesan Gilman Street dalam skala yang lebih kecil dengan derajat variasi yang lebih beragam.
Kebanyakan dari anak-anak Punk yang mengelola klub mereka sendiri adalah Punk yang mengorganisir dan membuat pertunjukan dengan menyewa hall-hall atau gereja. Masalah yang sering dihadapi biasanya datang dari pemilik hall yang seringkali enggan menyewakan kembali tempat mereka setelah menyaksikan dandanan anak-anak Punk yang ekstrem-eksentrik dan ingar bingar musiknya. Banyak orang yang tidak mau lagi menyewakan tempat mereka kepada anak-anak Punk dikarenakan dampak pemberitaan media massa yang selalu menampilkan imej negatif dari Punk.
Sebuah komunitas yang bisa dikategorikan sukses dalam menyewa gereja dan sekolah-sekolah adalah Positive Force yang berbasis di Washington D.C. Seperti juga Gilman, Positive Force juga membuka konser bagi segala umur, bebas narkotika, dan harga tiket yang murah. Acara seperti ini hanya diadakan sekali dalam satu bulannya. Tak seperti klub Punk dan promotor yang lain, Positive Force hanya menyelenggarakan konser-konser bagi penggalangan dana untuk masalah-masalah politik dan juga menghidangkan para pengunjung dengan literatur-literatur dan sering kali pula ada orasi politik dari para pembicara yang diselingi penampilan band-band. Positive Force telah mengorganisasikan penggalangan dana untuk “masalah perlawanan terhadap rasialisme, seksisme, militerisme, penyalahgunaan obat-obatan, homophobia, uji coba hewan dan ketidaksetaraan ekonomi dalam berbagai hal” (Mark Andersen, selebaran Positive Force, 1990).
Mungkin yang terpenting adalah bahwa masalah-masalah yang telah terpilih untuk dilakukan penggalangandananya adalah sebuah cara meraih simpati yang memang telah diarahkan sebelumnya. “Positive Force tidak ingin menjadi bagian dari klub rock ‘n roll, fesyen, imej dan permainan ketenaran. Semua pertunjukan kita terbuka untuk segala umur. Punk adalah tentang mengembalikan semangat rock ‘n roll kembali untuk anak-anak muda, untuk kalangan grass roots, membuat rock menjadi terselubung imej aristokrat dengan korporat pengeduk uang didalamnya adalah tidak ada hubungannya sama sekali dengan Punk. Positive Force tetap memiliki komitmen terhadap visi tersebut.” (ibid). Yang juga patut dicatat disini adalah bahwa di Eropa pengelolaan banyak squat-squat Punk juga dapat berfungsi sebagai klub tempat band-band menggelar pertunjukkannya. Squat-squat ini kebanyakan illegal namun melayani segala kebutuhan Punk dalam menjaga keutuhan Punk dan konser-konser mereka dengan tanpa bantuan pihak asing.
Etos di dalam bisnis Punk selalu dan selamanya “Do-It-Yourself.” Ini merupakan penerapan yang nyata terhadap prinsip-prinsip anarkisme yang jelas membutuhkan tanggung jawab dan kerjasama yang erat untuk membangun masa depan yang produktif, kreatif dan menyenangkan.
“Gagasan utamanya tidak bersandarkan pada kekuatan-kekuatan yang ada di dalam masyarakat untuk menyodorkan segala sesuatunya ke dalam kerongkongan kita, yang mana hal itu merupakan proses pembangunan diri yang subversif karena malah meningkatkan derajat sentralisasi, merasionalisasi teknokrat dan manipulasi sikap dan prilaku kita. Bahkan jika kamu membaca tulisan ini, ribuan yang frustasi, individu-individu yang kreatif di berbagai belahan dunia tengah berkomunikasi secara langsung satu sama lain dengan media yang mereka bentuk dan buat sendiri. Sebuah jaringan kerja bawah tanah (underground network) yang eksis untuk penyebarluasan ide, informasi dan materi yang diproduksi sendiri, sesuatu yang melebihi batas-batas artificial yang sebenarnya tidak berguna dan kerap memisahkan orang-orang dengan pola pemikiran independen. Walau jaringan kerja ini mengkonsumsi produk sendiri dalam suasana anti-pemerintahan dan selalu menantang elit-elit pemegang kekuasaan nasional dan internasional atau dengan mudahnya tak mengindahkan mereka, namun dengan eksistensi kemandirian mereka sendiri, mereka lawan semua itu. Dan semua orang diundang melakukan hal serupa. Saya lebih suka untuk meninggalkan prediksi-prediksi tersebut kepada para ‘pakar’ yang kabarnya selalu pandai dalam menggambarkan apa dan siapa kita yang sebenarnya” (Jeff Bale, Loud 3D, diedit oleh Gary Roberts, Rob Kulakofsky dan Mike Arrendondo, IN3D Press, San Francisco, 1984, 83). (wendi)
Diterjemahkan dari buku :
“THE PHILOSOPHY OF PUNK : More Than Noise” (Craig O’ Hara / AK Press / 1999)
(cat. : Segera Terbit Buku diatas dalam versi Bahasa Indonesia, kontak e-mail dibawah ini untuk info lebih lanjut : Wendi Brainwashed - wendi@anarchist.com)



Viva Zapata!

by Emiliano Zapata

Viva Zapata!

Emiliano Zapata was born in the village of San Miguel Anencuilco in the state of Morelos on the 8th of August 1879
The son of a 'strong farmer', Zapata grew up to become the most famous leader of the Mexican Revolution. Like Connolly or the Ladies' Land League in Ireland, Zapata is paid much lip service by the Mexican establishment, but his revolutionary ideas are ignored by those who inherited the power won in the Revolution. A gifted organiser, Zapata also spoke Náhuatl, his local indigenous language.
Elected leader of his village in 1909, Zapata began recruiting an insurgent army even before the Revolution beginning in 1910 which overthrew the dictator Porfirio Díaz. The links between the dictatorship and the U.S.A., combined with Mexico's colonial past, gave rise to much 'revolutionary nationalism' - revolution as defence of the nation - which is still a vibrant force today.
Zapata's Liberation Army of the South did not accept the new reformist government under Francisco Madera. The Zapatistas fought on against government troops lead by Victoriano Huerta, the general who overthrew Madera in February, 1913, and was then deposed in 1914. At the following Convention in Aguascalientes, called to decide the future of Mexico, the Zapatistas demanded 'tierra y libertad' - land and freedom - for their people.
This was the core of Zapata's 'Plan de Ayala', produced in November 1911. Clearly influenced by anarchist ideas spread in Mexico by people like Ricardo Flores Magón, Zapata demands the socialisation of land:
The lands, forests and water that have been usurped ... will be immediately restored to the villages or citizens who have title to them ... Because the great majority of Mexicans own nothing more than the land they walk on ... one third of these properties will be expropriated ... so that the villages and citizens of Mexico may obtain ejidos , sites for towns, and fields.
Zapata remained in opposition, fighting against terrible repression, until 1919. Lured to a meeting with government troops apparently mutinying against President Carranza, he was gunned down on April the 10th, 1919. Although the insurgents fought on, and Zapata's ghost was seen to ride the hills of his native state, Morelos, the conservatives won out, and Zapata's ideas of fair distribution of land remained ignored until the presidency of Lázaro Cárdenas in the late 1930's.
Zapata's memory, like his ghost, rides on in Mexico. His name has been invoked by the indigenous rebel army in Chiapas, the Zapatista Army of National Liberation (EZLN), in their struggle against exactly the same social ills that Zapata fought against: large landlords and (often foreign-owned) big business running a corrupt and repressive régime that leaves the peasants, particularly indigenous peoples, landless and exploited. Throughout this century, people all over the world have risen up against oppression, taking heart from Zapata's cry:

It is better to die on your feet than to live on your knees!